Skip to main content

    Tantangan yang Tidak Kunjung Berakhir: Pengungsi Rohingya Membangun Kembali Setelah Kebakaran

    Jan Bohm/MSF

    Kebakaran terjadi pada 7 Januari, satu jam setelah tengah malam. Butuh tiga jam untuk menghentikannya dan kebakaran tersebut menghancurkan lebih dari 900 tenda penampungan. Bangladesh, 2024. Jan Bohm/MSF

    “Saya bangun ketika   tenda saya terbakar,” jelas Nur Bahar sambil terduduk di tanah yang sebelumnya adalah tempat tinggalnya. Nur melarikan diri dari Myanmar tahun 2017 setelah suaminya meninggal terbunuh. Pada saat itu dirinya sedang mengandung, dan kemudian melahirkan seorang anak laki-laki yang sekarang berumur tujuh tahun.

    Atap rumah dan dindingnya sudah tidak ada, dia dan anaknya sekarang duduk beralaskan karpet, dikelilingi baju dan makanan yang didonasikan oleh komunitas lain. “Tanpa suami dan keluarga, saya tidak memiliki siapapun untuk merawat saya. Saya hanya bergantung pada donasi makanan dan berharap menemukan seseorang untuk menolong saya membangun kembali tempat tinggal saya.”

    Situasi yang dialami sama sulitnya dengan mereka yang memiliki keluarga. Anuhara, 67, dikelilingi oleh sanak saudaranya. Biasanya ia tinggal dengan anak-anak dan menantu perempuannya, namun menantunya  baru saja melahirkan seorang bayi dua hari sebelum kebakaran dan sudah pindah ke area kamp lain di mana saudara-saudaranya yang lain tinggal, sehingga dapat menolongnya. Saat kami berbincang, kedua anak laki-lakinya dan anggota keluarga lainnya sedang membangun tempat tinggal dengan bambu. Anuhara kehilangan segalanya kecuali apa yang ia kenakan. “Pakaianku adalah satu-satunya barang milikku yang dapat diselamatkan.”

    Sona Ullah works as a humanitarian affairs officer at the MSF clinic in Balukhali that was recently reopened after also being destroyed in fire. His job is to meet with fellow Rohingya in the camps to understand their needs and how MSF can help. “We had just decorated the shelter for my son’s wedding,” he says, standing under provisional plastic sheeting. Now, he is the one in need of support, as the fire spared neither his nor his family's living space.

    Sona Ullah bekerja sebagai petugas urusan kemanusiaan di klinik Doctors Without Borders di Balukhali yang baru-baru ini dibuka kembali setelah juga hancur dalam kebakaran. Tugasnya adalah bertemu dengan sesama warga Rohingya di kamp untuk memahami kebutuhan mereka dan bagaimana Doctors Without Borders dapat membantu. “Kami baru saja mendekorasi tempat penampungan untuk pernikahan putra saya,” katanya sambil berdiri di bawah terpal plastik sementara. Kini, dialah yang membutuhkan bantuan, karena api tidak menyia-nyiakan tempat tinggalnya maupun keluarganya. Bangladesh, 2024. © Jan Bohm/MSF

    Sona Ullah bekerja sebagai petugas urusan kemanusiaan di klinik Doctors Without Borders di Balukhali yang baru-baru ini dibuka kembali setelah juga hancur dalam kebakaran. Tugasnya adalah bertemu dengan sesama warga Rohingya di kamp untuk memahami kebutuhan mereka dan bagaimana Doctors Without Borders dapat membantu. “Kami baru saja mendekorasi tempat penampungan untuk pernikahan putra saya,” katanya sambil berdiri di bawah terpal plastik sementara. Kini, dialah yang membutuhkan bantuan, karena api tidak menyia-nyiakan tempat tinggalnya maupun keluarganya.

    Meskipun data resmi melaporkan tidak ada korban jiwa akibat kebakaran, dampaknya tetap memprihatinkan. Masyarakat Rohingya, yang melarikan diri dari kekerasan di Myanmar, kembali terlantar. Sejak tragedi besar pada tahun 2017, mereka telah berusaha menyesuaikan diri dengan ketidakpastian hidup di kamp sementara, dalam kondisi sangat sulit, yang sepenuhnya bergantung pada bantuan. Situasinya dianggap tidak permanen - konstruksi permanen tidak diperbolehkan di kamp, warga Rohingya tidak dapat bekerja, anak-anak tidak mendapatkan pendidikan formal, dan banyak warga menghadapi banyak pembatasan lainnya.

    Children choose from a pile of donated clothes. The Rohingya community responded quickly. As many people from Camp 5 lost everything in the fire, refugees from other parts of the camp rushed to donate them clothes and food.

    Anak-anak memilih beberapa baju dari donasi pakaian. Komunitas Rohingya merespon dengan sigap. Di saat banyak warga dari Kamp 5 yang kehilangan segalanya dalam kebakaran,  pengungsi dari bagian kamp lainnya langsung bergegas sukarela memberikan pakaian dan makanan. Bangladesh, 2024. © Jan Bohm/MSF

    Kegigihan komunitas Rohingya sangat mengagumkan. Masyarakat dari beberapa kamp lainnya dengan sigap memberikan makanan dan pakaian, sebagai aksi cepat tanggap, Doctors Without Borders menyediakan pertolongan psikologis, dan bersama organisasi lainnya, mengkaji kebutuhan  serta mempersiapkan respons yang lebih terkoordinasi. Sudah hamper seminggu sejak api melahap Kamp 11 yang berlokasi tidak jauh. “Setelah Kamp 5 hancur, warga Kamp 11 datang dengan makanan dan pakaian donasi,” tutur Erik Engel, Koordinator Project Doctors Without Borders.

    "Namun, tanpa mengesampingkan kegigihan mereka, masyarakat Rohingya membutuhkan visi masa depan yang dapat mereka percayai. Hidup secara terus-menerus dalam kondisi sementara tidak memungkinkan mereka untuk memiliki kehidupan yang bermartabat."
    Erik Engel, Koord. Proyek