Skip to main content

    Bangladesh: layanan air dan sanitasi yang buruk membuat komunitas Rohingya terkena penyakit

    A Rohingya woman fills a pot with drinking water at a water point in Kutupalong-Balukhali camp in Cox’s Bazar district. Bangladesh, July 2022. © Elizabeth Costa/MSF

    Seorang perempuan Rohingya mengisi panci dengan air minum di titik air di kamp Kutupalong-Balukhali di distrik Cox's Bazar. Bangladesh, Juli 2022. © Elizabeth Costa/MSF

    Studi tentang pendapat masyarakat terhadap air dan sanitasi, yang dirampungkan pada bulan Juni 2022, mengkaji layanan air, sanitasi dan kebersihan di kamp-kamp, ​​di mana hampir satu juta orang Rohingya masih tinggal setelah melarikan diri dari siklus kekerasan yang menargetkan mereka di Myanmar.

    Pengkajian ini, yang menindaklanjuti temuan studi Doctors Without Borders serupa yang dilakukan pada tahun 2018, menemukan bahwa kualitas air yang tersedia di kamp telah meningkat secara signifikan, dan mengindikasikan adanya sistem pengumpulan sampah yang berfungsi. Namun, pengkajian ini juga menyoroti infrastruktur sanitasi yang tidak memadai dan ketersediaan air yang tidak mencukupi.

    Latar Belakang

    Pada tahun 2017, lebih dari 700.000 orang Rohingya tercerabut dari akarnya akibat kekerasan besar-besaran yang bertarget di Myanmar dan melintasi perbatasan ke Cox's Bazar, Bangladesh, di mana mereka bergabung dengan lebih dari 200.000 orang Rohingya yang mengungsi lebih awal di sana pada tahun-tahun sebelumnya. Pihak berwenang Bangladesh membangun tempat perlindungan dari bambu dan plastik untuk menampung para pendatang baru di atas area hutan berbukit seluas 25 kilometer persegi, sebuah area yang telah menjadi kamp pengungsi terbesar di dunia.

    Untuk menyediakan air dan sanitasi darurat untuk Rohingya, dilakukan penggalian lubang bor, pemasangan titik air dan jamban.

    Selain sebagai salah satu penyedia utama perawatan medis di kamp, ​​Doctors Without Borders telah menjadi salah satu pihak penting yang mendukung pengembangan dan pemeliharaan fasilitas air dan sanitasi sejak 2017. Pada tahun 2020, kami mengadaptasi kegiatan penyediaan air dan sanitasi untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang dari layanan ini. Kami melakukan serah terima sebagian besar kegiatan air dan sanitasi kami kepada organisasi lokal, termasuk jaringan air yang luas menggunakan energi matahari untuk menghasilkan air minum bersih. Kami terus bekerja sama intens dengan operator air dan sanitasi yang relevan di kamp guna memberikan bantuan dalam mengatasi masalah kritis kesenjangan pemeliharaan  dalam layanan ini.

    Doctors Without Borders pertama kali melakukan studi berdasarkan kebutuhan masyarakat pada tahun 2018 untuk memahami ketersediaan dan kualitas layanan air dan sanitasi di kamp-kamp, ​​dan untuk mengidentifikasi kesenjangan. Pada tahun 2022, setelah menyaksikan adanya peningkatan kebutuhan pasien terhadap pengobatan untuk infeksi kulit, seperti kudis, dan penyakit yang ditularkan melalui air, seperti diare akut, Doctors Without Borders memutuskan untuk mereplikasi studi 2018 untuk memahami bagaimana mengembangkan layanan dan mengisi celah kesenjangan.

    Access to clean water and toilet facilities are one of the most critical issues for the million Rohingya refugees living in Cox’s Bazar’s mega-refugee camp and more efforts are needed to improve access to clean water and toilet facilities.Bangladesh, June 2022. © Saikat Mojumder/MSF

    Akses ke fasilitas air bersih dan toilet adalah salah satu masalah paling kritis bagi jutaan pengungsi Rohingya yang tinggal di kamp mega-pengungsi Cox's Bazar dan lebih banyak upaya diperlukan untuk meningkatkan akses ke fasilitas air bersih dan toilet. Bangladesh, June 2022. © Saikat Mojumder/MSF

    Tentang studi

    Studi pendapat masyarakat tentang air dan sanitasi tahun 2022 adalah bagian dari pemantauan rutin serta mekanisme mendapatkan masukan masyarakat yang berfokus pada akses layanan air, kebersihan dan sanitasi di kamp-kamp pengungsi Cox's Bazar. Studi tahun 2018 menjadi dasar untuk menganalisis kondisi air dan sanitasi.

    Tujuan dari kedua pengkajian tersebut adalah untuk menentukan akses terhadap layanan air dan sanitasi bagi pengungsi Rohingya, dan untuk mengidentifikasi kesenjangan yang terjadi dalam penyediaan layanan dan dampak kesehatan yang terkait akibat kesenjangan tersebut. Pengkajian ini didasarkan pada metodologi lot quality assurance sampling (LQAS) yang sama, yang memungkinkan untuk membandingkan temuan 2018 dan 2022, mengidentifikasi aspek yang memerlukan perbaikan sejak 2018, menetapkan bagian mana yang kondisinya memburuk, menunjukkan adanya kesenjangan yang selalu terjadi dan mengajukan rekomendasi.

    Pada tahun 2018, 399 rumah tangga di 21 kamp diminta untuk memberikan pendapatnya selama 35 hari selama bulan Oktober dan November. Pada tahun 2022, Doctors Without Borders berkonsultasi dengan orang-orang di 361 rumah tangga di 19 kamp, ​​selama 18 hari selama bulan Januari dan Maret.

    poster health impacts of inadequate water supply and sanitation in refugee camps in Bangladesh.

    Temuan Utama

    Studi menunjukkan adanya peningkatan kualitas air pada tahun 2022 dibandingkan dengan tahun 2018, dan sistem pengumpulan sampah yang berfungsi. Namun, juga ditemukan adanya penurunan jumlah jamban yang berfungsi dan pengumpulan sampah yang memburuk.

    Tiga perempat rumah tangga yang diwawancarai melaporkan bahwa jamban meluap. Lebih dari setengahnya mengatakan ada kotoran manusia yang terlihat dan persediaan air mereka terbatas. Seperempat rumah tangga juga menunjukkan kekurangan wadah untuk pembuangan limbah.

    • Sebanyak 99% responden menyatakan bahwa mereka memiliki akses untuk memperoleh air dengan kualitas yang meningkat, dibandingkan 53% pada tahun 2018, karena pemasangan jaringan air dan penggunaan klorin. Namun, 56% orang menyatakan bahwa air tidak selalu tersedia.
    • Meski lebih banyak pintu toilet yang dapat dikunci dan dibuka tutup telah dipasang, 76% responden menyatakan bahwa toilet meluap, dibandingkan dengan 38% pada tahun 2018. Dilaporkan juga bahwa jamban tidak dibersihkan atau dirawat berkala.
    • Sebanyak  24%   responden juga melaporkan kekurangan wadah untuk pembuangan limbah rumah tangga.

    Hasil terkait kesehatan

    Studi tersebut menunjukkan situasi kesehatan masyarakat menurun, terkait dengan keadaan tidak higienis di kamp-kamp.

    • Dari para responden rumah tangga yang diwawancarai, 31% terindikasi mengalami infeksi kulit ( mengalami kenaikan dari hanya 7% di tahun 2018)
    • Total 21% rumah tangga melaporkan diare pada anak-anak di bawah usia 5 tahun.

    Akumulasi dari air terkontaminasi yang ditemukan di kamp-kamp, menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk pembawa malaria dan demam berdarah. Selama bulan Juni dan Juli 2022 saja, fasilitas kesehatan Doctors Without Borders menerima 248 pasien demam berdarah untuk dirawat di fasilitas kesehatan kami. Pada tahun 2019, infeksi primer demam berdarah jarang terjadi di Distrik Cox's Bazar.

    Water and sanitation facilities built by MSF in Jamtoli camp for Rohingya refugees, Cox’s Bazar, Bangladesh. © Anthony Kwan/MSF

    Fasilitas air dan sanitasi yang dibangun Doctors Without Borders di kamp Jamtoli untuk pengungsi Rohingya, Cox’s Bazar. Bangladesh, 2019. © Anthony Kwan/MSF 

    Kesimpulan dan rekomendasi

    • Temuan studi pendapat masyarakat ini menunjukkan bahwa meskipun kualitas air telah meningkat, akses terhadap air tidak mencukupi.
    • Situasi sanitasi secara keseluruhan di kamp-kamp telah memburuk selama empat tahun terakhir, menimbulkan risiko kesehatan bagi para pengungsi dan berdampak pada kemampuan mereka untuk hidup dengan bermartabat.
    • Pembuangan sampah yang tidak memadai di tempat penampungan orang berisiko menarik tikus dan mengubah tempat penampungan menjadi tempat potensial perkembangbiakan nyamuk yang menularkan penyakit seperti demam berdarah.

    Tindakan mendesak diperlukan untuk mengatasi risiko baru dan risiko yang muncul kembali, terkait dengan layanan air, kebersihan, dan sanitasi yang tidak memadai.

    Rekomendasi Doctors Without Borders :

    • Organisasi kemanusiaan yang menyediakan layanan air dan sanitasi harus secara rutin dan sistematis memelihara fasilitas sanitasi untuk memastikan semuanya dapat dipergunakan. Selain meningkatkan kualitas dan ketersediaan air, organisasi juga harus menjamin fasilitas berfungsi. Perawatan klinis tidak cukup untuk mengatasi penyakit yang ditularkan melalui vektor seperti demam berdarah: diperlukan pengasapan atau fumigasi dan manajemen sumber larva.
    • Donor berkontribusi pada penyediaan layanan air dan sanitasi yang efektif dan memadai bagi komunitas Rohingya, dengan cara menyertakan standar operasional dan pemeliharaan fasilitas dalam persyaratan pendanaan, terkait dengan akuntabilitas.
    • Otoritas manajemen kamp terlibat dalam memfasilitasi koordinasi yang lebih kuat dan implementasi respons air dan sanitasi yang lebih efektif, dan menghapus pembatasan penyediaan air di kamp untuk memastikan bahwa semua masyarakat memiliki akses yang setara untuk memperoleh air yang memadai.

    Doctors Without Borders bekerja sama dengan penyedia air, sanitasi dan kebersihan di Cox's Bazar, dan donor terkait, untuk meningkatkan kualitas dan ketersediaan layanan air, sanitasi dan kebersihan. Doctors Without Borders percaya bahwa semua pemangku kepentingan harus bekerja sama mengembangkan solusi kolaboratif untuk situasi kemanusiaan ini.

    Kami telah membagikan berbagai temuan dan rekomendasi utama dengan lembaga dan organisasi yang memimpin respons air dan sanitasi, serta mitra pemberi layanan. Selain itu, Doctors Without Borders menghubungi para donor dan pejabat manajemen kamp untuk membahas hasil laporan dan saran kami tentang bagaimana mereka dapat memfasilitasi implementasi dan koordinasi.

    Pada titik penting ini di mana pihak-pihak yang melakukan respons di Cox's Bazar sedang mengembangkan strategi mereka untuk periode mendatang, penting bagi Doctors Without Borders dan responden lainnya untuk segera menegaskan kembali komitmen mereka untuk meningkatkan layanan air, sanitasi, dan kebersihan sehingga kesehatan komunitas Rohingya di Bangladesh tidak semakin memburuk.