Skip to main content

    Konseling bagi remaja di wilayah pelosok Indonesia

    Adolescent individual counselling at the youth corner

    Konseling individu di pojok remaja. © MSF

    "Saya konselor untuk anak usia 10 hingga 19 tahun karena proyek ini difokuskan pada kesehatan remaja. Ini berbeda dengan konselor untuk anak dan orang dewasa. Biasanya, yang membedakan adalah jenis masalah dan masalah kesehatan mental yang mereka hadapi, "kata Fani.

    MSF staff Stephanie Amalia

    Stephanie Amalia, Konselor Doctors Without Borders untuk Proyek Kesehatan Remaja di Indonesia. © MSF

    Program Doctors Without Borders di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan akses layanan kesehatan di fasilitas kesehatan dasar, melatih tenaga kesehatan, konseling dan memberikan pendidikan kesehatan bagi masyarakat. Fani bekerja dengan memegang rahasia para remaja yang mengalami masalah hidup. Dia mendengarkan, berempati, mendorong dan memberdayakan mereka, sehingga mereka dapat mengatasi masalah mereka serta membuat perubahan dalam hidup mereka. Dia juga menindaklanjuti para remaja yang dia bantu melalui konseling. 

    Awalnya, banyak yang kesulitan menceritakan kisah mereka padanya. Tapi setelah konseling, mereka menjadi nyaman berbagi cerita, dan sebagian besar menjadi lebih positif. Misalnya, seorang wanita muda yang depresi karena kehilangan putranya. Setelah menjalani konseling, dia bisa bangkit dan melanjutkan hidupnya. 

    Sebagai seseorang yang tumbuh dan hidup di kota besar, berada di Pandeglang merupakan pengalaman yang menarik baginya. Labuan dan Carita hanya berjarak sekitar tiga setengah jam dari Jakarta, namun kehidupan di sini sangat berbeda. Di jalanan utama terdapat hotel, restoran dan pertokoan, namun di ujung jalan bergelombang dan melewati hutan kecil, terdapat desa-desa dimana banyak orang hidup dalam kondisi yang memprihatinkan. 

    “Sebagai seorang konselor-pendidik, saya tidak hanya duduk di kantor atau di fasilitas kesehatan. Saya juga melakukan kunjungan rumah ke rumah dengan bidan Doctors Without Borders untuk memantau kondisi ibu-ibu remaja yang sedang hamil,” kata Fani. "Mereka tinggal di tempat yang sangat berbeda, dengan sinyal telepon yang jelek, jauh dari jalan raya." 

    Di desa-desa terdapat fasilitas kesehatan pendukung yang hanya dikelola oleh seorang perawat. Mereka berfungsi dengan baik, namun karena lokasinya, perawat cenderung mengunjungi warga dengan sepeda motor. Hal ini menyebabkan fasilitas kesehatan hampir selalu kosong.  

    Kembali ke masa tanpa sinyal telepon 

    Tanpa sinyal telepon yang dapat diandalkan, jika Fani dan tim Doctors Without Borders lainnya ingin mencari perawat lokal, mereka harus mampir ke setiap rumah atau mencari tahu ke mana perawat tersebut akan pergi selanjutnya. Mereka bahkan meminta penduduk desa untuk memberi tahu perawat bahwa tim Doctors Without Borders sedang mencari mereka jika mereka bertemu. 

    “Pengalaman saya mengunjungi desa-desa mengingatkan saya lagi, bahwa Indonesia itu luas. Ada begitu banyak hal yang perlu ditangani. "Hal ini membuatnya mengapresiasi kerja keras orang-orang yang mau bekerja di daerah terpencil. 

    Perubahan kecil membawa kepuasan 

    Meski demikian, Fani merasa yakin bahwa Doctors Without Borders dan tim fasilitas kesehatan binaan telah melakukan perubahan melalui unit layanan remaja. Doctors Without Borders telah membantu dua klinik kesehatan untuk mulai memberikan layanan kesehatan remaja sejak 2018. “Kami telah melakukan pelatihan dan pembinaan. Jadi pada tahun 2021, kami akan melihat hal-hal yang telah dipelajari dan kemudian mulai mengalihkan kendali dari sistem yang telah dibuat ke klinik kesehatan. Ini semua tentang peningkatan kapasitas, baik di kalangan remaja itu sendiri maupun di antara staf kesehatan yang telah bekerjasama. Saat Doctors Without Borders pergi, mereka bisa menjalankannya sendiri," kata Fani. 

    Adolescents' mother-to-mothers support group

    Kelompok pendukung 'ibu untuk ibu' remaja Carita. Kegiatan kolaborasi antara bidan dan konselor untuk membantu remaja hamil. © MSF

    Refleksi diri

    Bagi Fani, yang dia lakukan hanyalah mengobrol dan mendengarkan. Namun dari hal-hal sederhana ini, dia telah mampu membantu banyak orang. Perubahan hidup positif mereka membuat Fani merasa puas dengan pekerjaannya.  

    "Saya bahkan lebih bersyukur. Ini juga membuat saya merenung kembali bahwa semua masalah ada solusinya. Hanya perlu seseorang yang membantu membuka mata mereka sehingga mereka dapat melihat jalan keluar dari masalah tersebut." 

    Adolescent mental health education at Senior High School

    Pendidikan kesehatan mental remaja di Sekolah Menengah Atas. © MSF

    MSF staff Stephanie Amalia
    Stephanie Amalia
    Counsellor for Adolescent Health

    Stephanie "Fani" Amalia is a counsellor-educator from Depok, in West Java, Indonesia. Fani started working with Doctors Without Borders/Médecins Sans Frontières‎ (MSF) in Banten province in May 2018. MSF runs youth health projects in the Labuan and Carita sub-districts of Pandeglang Regency in Banten.