Skip to main content

    TB-PRACTECAL: Uji klinis Doctors Without Borders menemukan pengobatan yang singkat, efektif dan aman untuk penanganan tuberkulosis resistan obat (TB-RO).

    a patient at Doris Goodwin Hospital who enrolled on the TB Practecal Clinical Trial

    Seorang pasien di Rumah Sakit Doris Goodwin dan terdaftar dalam Uji Klinik TB Practecal. Afrika Selatan, 2018. © Oliver Petrie/MSF

    TB-PRACTECAL, uji klinis yang dipimpin oleh Doctors Without Borders / Médecins Sans Frontires (MSF) telah menemukan rejimen baru pengobatan oral selama enam bulan yang lebih aman dan efektif dalam mengobati TB yang resistan terhadap rifampisin (TB-RR) dibandingkan standar pengobatan yang ada saat ini.

    Hasil ini menandakan adanya harapan baru bagi orang dengan TB yang resistan terhadap obat (TB-RO) yang saat ini harus menjalani  pengobatan yang panjang hingga 20 bulan mencakup suntikan  yang menyakitkan dan   menelan hingga 20 pil sehari yang dapat menyebabkan efek samping yang parah.  Rejimen yang melelahkan ini hanya menyembuhkan satu dari dua pasien dan bisa berpengaruh buruk pada kesehatan fisik dan mental  orang, begitu pula pada keuangan dan kehidupan sosial mereka.

    Hari ini Doctors Without Borders mengumumkan hasil penemuannya pada Konferensi  Dunia ke-52 tentang Kesehatan Paru-Paru (Union World Conference), dan bermaksud untuk mempublikasikannya secara menyeluruh dalam jurnal peer-review akhir tahun ini. Doctors Without Borders juga berbagi data dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjelang penerbitan pedoman pengobatan TB-RO WHO dengan harapan dapat mempengaruhi pedoman perawatan TB-RO nasional dan pada akhirnya diterapkan dalam praktik klinis.

    TB-PRACTECAL adalah uji klinis pertama di banyak-negara, secara acak dan terkontrol yang melaporkan kemanjuran dan keamanan rejimen obat oral enam bulan untuk TB-RR. Uji klinis dilakukan selama enam bulan  menggunakan rejimen bedaquiline, pretomanid, linezolid dan moxifloxacin (BPaLM), dibandingkanp pengobatan standar setempat yang biasa dilakukan. Uji klinis ini melibatkan 552 pasien secara keseluruhan, 301 di antaranya termasuk yang dianalisis pada tahap ini. Uji klinis berlangsung di tujuh lokasi melintasi  Belarus, Afrika Selatan, dan Uzbekistan.

    Uji klinis fase II/III menemukan bahwa  rejimen pengobatan baru yang lebih singkat ini sangat efektif melawan TB-RR. 89 persen pasien dalam kelompok BPaLM sembuh, dibandingkan dengan 52 persen pasien pada kelompok pengobatan standar. Tragisnya, empat pasien meninggal karena TB atau efek samping dari pengobatan pada kelompok terkontrol, sementara tidak ada kematian di antara pasien yang memakai rejimen baru. Selain itu, hasil uji klinis menunjukkan bahwa obat baru menghasilkan   efek samping yang jauh lebih rendah , dengan 80 persen pasien terhindar dari efek samping utama dibandingkan dengan 40 persen pada kelompok terkontrol.

    Ketika kami memulai perjalanan ini sembilan tahun lalu, pasien dengan TB-RO di seluruh dunia menghadapi pengobatan yang panjang, tidak efektif, dan melelahkan yang mengganggu kehidupan mereka. Pasien memberitahu kami betapa sulitnya untuk tetap patuh menjalani pengobatan, namun hanya sedikit kemajuan yang dicapai untuk menemukan pengobatan yang lebih baik karena penyakit yang banyak diderita penduduk di negara berpenghasilan rendah dan menengah tidak menarik investasi. Jadi kami terdorong untuk mencari pilihan pengobatan baru sendiri. Hasil ini akan memberikan pasien, keluarga mereka dan tenaga kesehatan di seluruh dunia memilik harapan untuk masa depan pengobatan TB-RO.
    Bern-Thomas Nyang’wa - Direktur Medis

    Nosipho Ngubane, Peneliti Utama di Rumah Sakit King DinuZulu, Afrika Selatan, salah satu dari tujuh tempat uji klinis TB-PRACTECAL mengatakan, “Merupakan suatu kehormatan untuk melayani komunitas kami melalui penelitian ini. “Bagi peserta, lebih mudah untuk patuh pada pengobatan ini dan menyelesaikan rejimen dengan waktu yang lebih pendek dan menggunakan tablet yang lebih sedikit.”

    Doctors Without Borders berharap hasil ini akan berkontribusi besar bagi semakin banyaknya bukti untuk rekomendasi pengobatan global agar diperbaharui dengan memasukkan rejimen pengobatan yang singkat, efektif, dan aman. Pada akhirnya, Doctors Without Borders percaya bahwa hasil ini membuktikan bahwa perubahan dalam praktik klinis akan segera terjadi.

    “[Pengobatan yang lebih singkat] akan sangat berarti karena menurut saya, ketika Anda menjalani pengobatan, beberapa bagian dari hidup Anda terasa seperti sedang ditunda. Sebelum [uji klinis] memberi saya harapan, saya bahkan tidak bisa membayangkan sedikit pun akan pulih dari TB-MDR.” - Awande Ndlovu yang terdaftar dalam uji klinis di THINK Hillcrest Clinical Trial Unit di Afrika Selatan.

    Doctors Without Borders dan mitra-mitra TB PRACTECAL  terus memberikan perawatan dan pemeriksaan untuk pasien  yang sedang menyelesaikan  pengobatan mereka dalam uji klinis, dengan tindak lanjut pasien terakhir dijadwalkan pada musim panas 2022.

    Doctors Without Borders berencana untuk bekerja sama dengan berbagai Program TB Nasional, Kementerian Kesehatan dan pemangku kepentingan utama lainnya untuk memastikan bahwa pengobatan ini tersedia sesegera mungkin bagi pasien.

    Doctors Without Borders berkomitmen untuk menyediakan perawatan TB dan mengadvokasi pengobatan yang efektif dan terjangkau. Tahun lalu, tim kami membantu 13.800 orang memulai pengobatan TB, termasuk 2.100 pasien dengan TB resistan obat. Sebagai salah satu penyedia pengobatan TB non-pemerintah terbesar di dunia, kami sangat senang dengan dampak dari hasil penelitian ini bagi mereka yang menderita TB-MDR. Kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada staf dan pasien yang sangat berkomitmen untuk uji klinis ini. Berkat mereka semua, sekarang kami memiliki bukti baru untuk pengobatan yang jauh lebih singkat, efektif, lebih aman, dan lebih ramah yang telah lama ditunggu oleh komunitas TB.
    Dr Christos Christou, Int'l President

    Doctors Without Borders adalah salah satu penyedia pengobatan TB non-pemerintah terbesar di dunia. Pada tahun 2020, Doctors Without Borders memulai pengobatan TB untuk 13.800 orang, termasuk 2.100 dengan TB yang resistan terhadap obat.