Menghalau COVID-19 di Amazon Brasil: Kisah tentang ketakutan dan harapan
Perawat Rebecca Alethéia memberikan pelatihan kepada tim di RS daerah di Tefé sedang menjelaskan proses disinfeksi material RS. © Diego Baravelli/MSF
Kami tiba terlambat.
Antonio Flores adalah Koordinator Kesehatan untuk tim Doctors Without Borders yang tiba pada April 2020 di Manaus, ibu kota Negara Bagian Amazonas. “Kami punya tim penanggulangan COVID-19 di Rio de Janeiro dan Sao Paulo, lalu berita buruk mulai datang dari pedalaman. Ketika saya tiba di Manaus, para penggali makam bekerja melebihi kapasitasnya, semua Unit Perawatan Intensif RS dipenuhi pasien yang sekarat, dan ada daftar ratusan pasien sakit parah menunggu di pusat kesehatan untuk mendapatkan ranjang kosong di perawatan intensif RS. Itu lebih buruk dari yang kami takutkan. Kami mampu membangun dan menjalankan bangsal ICU, relatif cepat. Awalnya itu beroperasi dengan kapasitas tempat tidur penuh, tapi kami rasa kemungkinan terburuk telah terjadi.”
Pengujian COVID-19 terbatas yang diterapkan oleh pemerintah pusat Brasil mempersulit pelacakan penyebaran pandemi di negara yang sangat luas ini, terlebih lagi di lembah Amazon di mana transportasi terbatas, jarak yang sangat jauh dan pusat populasi tersebar luas. Apalagi, pengujian terbatas sebagian besar dilakukan dengan tes antibodi - tes yang menunjukkan jika Anda pernah menderita COVID-19 di masa lalu - dan bukan tes yang menunjukkan apakah Anda mengidap penyakit itu sekarang. Ini artinya bahwa data epidemiologi di Brasil memberikan gambaran kasar tentang seperti apa situasinya sekitar tiga minggu lalu, bukan gambaran keadaan pandemi saat ini.
Pada awal Mei, segala kegiatan MSF dikerahkan di kota. Manaus memiliki populasi pengungsi dan tunawisma yang rentan. Sebagian besar mereka ditempatkan di penampungan yang terorganisir, dengan keluarga yang tinggal dalam jarak yang sangat dekat di mana kemungkinan jaga jarak fisik hampir tidak ada. Situasi masyarakat adat Warao, yang datang dari Venezuela ke Brasil, sangat memprihatinkan karena kondisi kehidupan mereka yang padat. MSF mendirikan pusat isolasi untuk komunitas ini bagi siapa saja yang menunjukkan gejala COVID-19.
Warga asli Warao memeriksakan tekanan darahnya di pusat isolasi yang dijalankan oleh Doctors Without Borders di Manaus. Sebagian besar masyarakat adat Warao yang tinggal di ibu kota negara bagian Amazonas kebanyakan tinggal di tempat penampungan, di mana menjaga jarak hampir mustahil. © Euzivaldo Queiroz/MSF
Unit Perawatan Intensif
Bagian inti dari respons MSF Manaus adalah dukungan kesehatan di salah satu RS utama, yaitu Rumah Sakit 28 de Agosto. MSF mengambil alih pengelolaan lantai lima, dengan 12 ranjang Unit Perawatan Intensif (ICU) untuk pasien kritis dan bangsal dengan 36 ranjang untuk pasien parah. Meskipun tekanan luar biasa dari puncak awal COVID-19 telah berlalu, seluruh bangsal penuh dan pengalaman darurat MSF membantu RS lainnya untuk meningkatkan aliran pasien dan meningkatkan kualitas perawatan.
Dokter Pedro Cury Moyses mengingat ini sebagai lingkungan dengan tekanan tinggi: "Setibanya di rumah sakit, kami menghadapi skenario yang tidak asing bagi siapa pun yang pernah bekerja di sistem kesehatan nasional Brasil: struktur tak menentu yang melebihi batas.”
“Tapi saya memiliki kenangan indah saat memulangkan pasien yang dirawat di ICU. Ketika saya pertama kali bertemu dengannya, dia jelas ketakutan, terutama karena pemulihannya yang lambat dan rumit. Dia memiliki riwayat kesehatan bawaan serta COVID-19, dan itu memperumit kasusnya. Tim takut kondisinya akan memburuk. Akhirnya, setelah dia cukup sehat untuk meninggalkan rumah sakit, kami mengatur kepulangannya. Di kursi roda, dia dikejutkan oleh staf ICU dan staf bangsal yang bertepuk tangan di koridor, serta oleh sang suami yang menunggunya dengan karangan bunga di ujung koridor. Dia adalah simbol terbesar pekerjaan kami di RS Manaus ini. Memulihkan hidupnya membantu memulihkan harapan bagi para dokter di sana, yang telah menyaksikan tingkat kematian yang amat sangat tinggi selama pandemi."
Memasuki Hutan Amazon
Di Manaus, aliran sungai Negro dan Solimões bertemu, membentuk sungai Amazon yang sangat besar. Ketika epidemi memuncak dan kemudian menjadi stabil di ibu kota negara bagian, penyakit itu telah menyebar secara diam-diam ke hulu sungai dan masuk ke hutan hujan.
“Awalnya jarang muncul seruan tentang kasus COVID-19 yang datang dari komunitas terpencil dan berada di tepian sungai lembah Amazon,” jelas Dounia Dekhili, kepala misi MSF di Brasil. “Selama bertahun-tahun terjadi kekurangan investasi yang signifikan pada infrastruktur dan sumber daya kesehatan serta kesejahteraan di wilayah ini. Jarak yang jauh dan kurangnya pilihan transportasi mengakibatkan tantangan besar untuk mengikuti sebaran epidemiologis, dan juga memastikan rujukan tepat waktu bagi pasien yang membutuhkan perawatan kesehatan lebih kompleks. Kami tahu kami perlu lebih memahami situasi epidemi di hutan, tetapi ini adalah area yang sangat rentan dan sensitif, di mana prinsip 'jangan membahayakan' diterapkan dengan cara yang agak unik. Ada kebutuhan untuk memastikan kapasitas pengobatan COVID-19 dapat diakses dekat tepian sungai dan masyarakat adat, tapi ada juga kebutuhan untuk menghindari membawa penyakit langsung ke jantung komunitas ini.”
Tim keluar dari perahu kesehatan utama untuk melakukan pemeriksaan rutin dan vaksinasi dari rumah ke rumah. © Diego Baravelli/MSF
Perjalanan perahu dua atau tiga hari menyusuri sungai Solimões membawa Anda ke salah satu anak sungainya, Sungai Tefé, yang menjadi nama kota dengan 60.000 penduduk di tepiannya. Ini adalah salah satu kota yang paling terdampak oleh pandemi di wilayah tersebut. Tayana Oliveira Miranda, direktur RS daerah di Tefé, menceritakan bagaimana penyakit itu muncul:
“Saat kasus pertama rawat inap terkonfirmasi, seluruh tim sudah waspada dan takut. Kami mulai menarik staf lansia, hamil dan sakit kronis dari tim. Kemudian, hal itu mulai membanjiri mereka yang tetap bekerja. Jumlah pasien rawat inap mulai meningkat. Lalu kami mendapati kematian pertama. Staf pada shift itu sangat terpukul. Dan tekanan pun meningkat. Kasus di bulan Mei meningkat, jumlah pasien rawat inap di RS bertambah - dan kematian juga - staf RS menjadi sakit. Kami mengubah alurnya, kami bawa bangsal COVID-19 ke RS karena sudah tidak ada lagi ruangan akibat banyaknya pasien. Kekacauan mulai mengambil alih. Puncaknya adalah pada hari ketika 41 orang dirawat inap, enam diintubasi, dan permintaan ambulans udara untuk seluruh negara bagian sangatlah tinggi.
"Hari itu ada sembilan kematian. Tim sangat menderita. Dokter yang bertugas menangis, tim tidak makan, itu adalah hari yang sangat buruk dan saya berani bilang bahwa tidak ada yang bisa makan dan tidur malam itu. Setidaknya saya tidak bisa. Hari berikutnya kami harus melewati pintu RS dan terus bekerja. Kami tak punya pilihan lain."
Ketika MSF tiba di kota, jumlah pasien telah stabil ke tingkat yang lebih dapat dikelola. Tim RS memahami dengan jelas bahwa yang mereka inginkan adalah adanya pelatihan yang dipersiapkan untuk kemungkinan datangnya gelombang penularan baru atau untuk situasi kedatangan pasien secara massal. Lebih dari 200 staf kesehatan dan paramedis menghadiri pelatihan MSF di RS daerah di Tefé.
Klinik Perahu
Tefé memiliki perahu kesehatan utama yang memberikan layanan kesehatan dasar bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai; perjalanan pulang-pergi dua minggu mencakup beberapa perhentian untuk membantu penduduk tepian sungai. Nova Sião, salah satu komunitas terakhir yang dilayani oleh perahu sebelum kembali ke Tefé, berada di tepi Danau Mirini. Di sini, tim kesehatan melakukan perjalanan dengan perahu yang lebih kecil dari rumah ke rumah, memberikan konsultasi kesehatan.
“Kami tahu kami semakin mendekati komunitas yang sangat rentan,” jelas perawat MSF, Nara Duarte. “Jadi, sangat penting untuk mencegah pasien dan staf kesehatan terkontaminasi selama konsultasi. Kami diminta untuk membantu pengendalian infeksi di klinik perahu pertama setelah lockdown, karena kami merasa ini akan menjadi bagian penting dalam membantu meminimalkan risiko penyebaran penyakit ke komunitas yang paling rentan."
Tim pengontrol infeksi MSF menghabiskan waktu mereka di perahu membuat jalur yang digunakan orang untuk masuk, lewat, dan keluar saat mereka tiba untuk berkonsultasi. Di malam hari, setelah konsultasi selesai, tim memberikan pelatihan tambahan kepada staf dan kru reguler klinik perahu tentang pencegahan dan pengendalian infeksi serta perawatan darurat pernapasan.
"Itu bagus. MSF menunjukkan kelemahan kami dan kami sedang berupaya memperbaikinya,” kata Jhonaliton de Freitas da Silva, perawat di perahu kesehatan. “Saya belajar banyak tentang komunikasi dan tahu bagaimana mendengarkan pasien dengan lebih baik. Terkadang kami menanyakan alasan konsultasinya, tetapi tidak bertanya lebih jauh untuk mencari tahu apakah ada masalah lain. Saya belajar melakukannya."
Beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat
Lebih dari 400 kilometer ke barat laut, bermandikan air gelap Sungai Negro, adalah kota São Gabriel da Cachoeira. MSF mendirikan pusat perawatan di kota untuk menerima pasien dengan kasus COVID-19 ringan dan sedang. Fasilitas tersebut secara khusus disesuaikan dengan tradisi lokal; lebih dari 90 persen populasi São Gabriel da Cachoeira adalah penduduk asli pribumi.
Di pusat perawatan, misalnya, pasien asli pribumi dengan COVID-19 dapat tetap tinggal selama perawatan dengan penunggu, sesuatu yang biasanya tidak diperbolehkan di RS. Tempat tidur gantung tersedia bagi pasien dan penunggu. Selain itu, obat tradisional yang digunakan oleh banyak orang di wilayah ini diterima di pusat kesehatan dan dapat digunakan bersama dengan pengobatan yang ditawarkan oleh MSF, selama kombinasinya tidak menimbulkan efek yang merugikan. Dukun, pemimpin spiritual masyarakat adat, bisa berkunjung dan melakukan ritual. Satu-satunya persyaratan adalah mereka menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontaminasi saat bersentuhan dengan pasien.
Seorang petugas kesehatan memakai alat pelindung diri sebelum memasuki area pengendalian pusat perawatan Doctors Without Borders untuk kasus COVID-19 ringan dan sedang di São Gabriel da Cachoeira. © Diego Baravelli/MSF
Penting juga bagi setiap orang untuk mengetahui di mana mereka bisa mencari bantuan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Doctors Without Borders berembug dengan para pemimpin dan organisasi yang terkait dengan masyarakat adat, serta untuk menjawab pertanyaan dari masyarakat, staf Doctors Without Borders yang ambil bagian dalam transmisi radio bersiaran secara berkala ke desa-desa adat.
Dalam dua minggu pertama, fasilitas tersebut menerima sepuluh pasien COVID-19; semua orang yang dipulangkan sembuh. Antonio Castro, 99 tahun, adalah satu di antaranya. Sesak napas dan dicurigai terjangkit COVID-19, ia ditindaklanjuti oleh tim Doctors Without Borders dan bisa pulang beberapa hari setelah masuk pusat kesehatan.
Tim Doctors Without Borders membantu pasien berusia 99 tahun Antonio Castro di pusat perawatan Doctors Without Borders di São Gabriel da Cachoeira. Dia diobservasi selama beberapa hari karena mengalami kesulitan bernapas. © Diego Baravelli/MSF
Masa depan tak pasti
Di antara banyak pertanyaan tak terjawab mengenai virus corona baru, jalan menuju akhir pandemi masih meragukan. Satu dari sedikit kepastian adalah bahwa tindakan pencegahan seperti menjaga jarak fisik, memakai masker, dan mencuci tangan tetaplah penting.
“Kami mendengar bahwa pandemi telah berakhir di negara bagian Amazonas dan tinggal menunggu untuk mencapai 'kekebalan kelompok',” kata Flores, koordinator kesehatan Doctors Without Borders. “Gagasan ini tidak masuk akal karena melupakan bahwa dengan lebih banyak orang yang terinfeksi, kita juga bicara tentang lebih banyak kematian. Kita melihat sistem kesehatan runtuh dan biaya yang sangat besar ketika penduduk tidak mendapat pengobatan tepat waktu yang bisa mengendalikan penyebaran penyakit."
Jumlah kasus baru mulai menurun di negara bagian itu, tapi tanpa informasi yang jelas tentang apa yang terjadi di pedalaman negara, dikhawatirkan penyakit ini akan terus menyebar secara diam-diam ke daerah yang lebih terpencil yang memiliki akses sulit ke perawatan kesehatan.
Vilmar da Silva Matos adalah pemimpin adat Yanomami yang sesekali melakukan perjalanan dari desanya, Maturacá, ke kota São Gabriel da Cachoeira. Dia berbicara tentang ketakutan yang dirasakan ketika dia mendengar di berita bahwa penyakit itu semakin mendekati warganya dan lebih parah menjangkiti lansia. “Kami pikir kami tersesat, kami terutama sangat mengkhawatirkan para lansia. Kami takut kehilangan para pemimpin kami, yang seperti kamus kami, pendongeng kami”, katanya di penampungan sementara tempat penduduk asli Yanomami bermukim ketika mereka berada di kota.
Menjaga COVID-19 agar tidak menyebar ke seluruh Amazon adalah hal penting untuk menyelamatkan nyawa dan martabat yang dikemas dalam pengetahuan generasi yang tak terukur dan tak tergantikan.
Doctors Without Borders di Brasil
Di tempat lain di Brasil, terlepas dari tugasnya di negara bagian Amazonas, Doctors Without Borders saat ini juga sedang menanggulangi puncak akut COVID-19 di Negara Bagian Roraima, menjalankan unit ICU dan mengembangkan jangkauan komunitas di pinggiran kota yang miskin di timur Sao Paulo, dan telah membentuk sebuah tim yang didedikasikan untuk mengidentifikasi daerah titik penularan tinggi pandemi yang membutuhkan bantuan kesehatan di tempat lain di negara ini. Doctors Without Borders telah menyerahkan kegiatan COVID-19 sebelumnya kepada organisasi lain di Rio de Janeiro dan di Sao Paulo pusat.
Perawat Rebecca Alethéia memberikan pelatihan kepada tim di RS daerah di Tefé sedang menjelaskan proses disinfeksi material RS. © Diego Baravelli/MSF
Penduduk lokal tiba di perahu kesehatan utama untuk menerima perawatan. Satu tim Doctors Without Borders hadir dalam pelayaran perahu kesehatan utama pertama dari Tefé ketika lockdown dilonggarkan setelah periode puncak pandemi. © Diego Baravelli/MSF
Perawat Nara Duarte mengajari seorang anak cara mencuci tangan yang benar di komunitas yang dikunjungi Doctors Without Borders dan staf sistem kesehatan kota di Danau Mirini. © Diego Baravelli/MSF
Petugas sistem kesehatan kota berbincang dengan keluarga saat kunjungan dari rumah ke rumah di wilayah danau Mirini. © Diego Baravelli/MSF
Konsultasi di perahu kesehatan utama di hulu kota Tefé di Amazon. © Diego Baravelli/MSF
Tim kami sedang melatih staf RS daerah untuk tindakan IPC, serta pelatihan darurat umum terkait penanggulangan COVID-19. © MSF