Skip to main content

    Dokter Lintas Batas menyediakan layanan medis untuk orang Rohingya

    Dokter Lintas Batas telah merespons krisis pengungsi Rohingya selama beberapa dekade. Kami memulai respons kami di Bangladesh pada tahun 1985. Sejak itu kami telah memperluas dukungan kemanusiaan medis kami untuk Rohingya yang melarikan diri ke beberapa negara di wilayah tersebut sebagai bagian dari pendekatan yang holistik terhadap krisis tersebut.

    Saat ini, proyek kami tersebar di Bangladesh, Myanmar, dan Malaysia, di mana kami tanpa kenal lelah memberikan perawatan medis penting kepada penduduk Rohingya di saat-saat paling kritis yang mereka butuhkan.

    Bangladesh
    Malaysia
    Myanmar

    Menanggapi lonjakan populasi Rohingya sejak Agustus 2017, Doctors Without Borders telah memperluas operasinya secara signifikan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang. Dengan tim berdedikasi yang terdiri lebih dari 2000 staf, kami menyediakan layanan kesehatan khusus untuk memenuhi kebutuhan kesehatan lebih dari 1.000.000 pengungsi Rohingya yang tinggal di kamp-kamp, seiring dengan meningkatnya jumlah pasien dari komunitas tuan rumah.

    Layanan komprehensif kami mencakup perawatan kesehatan umum, pengobatan kondisi seperti kudis, infeksi saluran pernapasan, dan penyakit yang ditularkan melalui air. Kami juga menawarkan perawatan khusus untuk penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi, layanan darurat untuk pasien trauma, dan layanan kesehatan komprehensif bagi perempuan, termasuk dukungan bagi penyintas kekerasan berbasis gender (SGBV) dan layanan kesehatan mental. Selain itu, inisiatif kami mencakup peningkatan fasilitas air dan sanitasi di dalam kamp.

    Untuk menjembatani kesenjangan layanan kesehatan, Doctors Without Borders memperluas layanan medis kepada pengungsi dan pencari suaka melalui klinik khusus di Butterworth, Penang, dan klinik keliling di daerah terpencil di Penang dan Kedah, termasuk pusat penahanan.

    Doctors Without Borders memberikan bantuan medis penting kepada populasi Rohingya yang tinggal di Myanmar, khususnya di kamp-kamp yang terletak di negara bagian Rakhine tengah dan di desa-desa di utara. Layanan kesehatan kami juga melayani individu etnis Rakhine yang terkena dampak konflik, yang tinggal di kamp pengungsi internal. Jelajahi dukungan medis komprehensif kami untuk komunitas Rohingya dan populasi pengungsi di Myanmar.

    Apa saja tantangan yang dihadapi oleh Doctors Without Borders?

    Krisis pengungsi Rohingya telah menjadi situasi kemanusiaan yang mengerikan dan meskipun upaya Doctors Without Borders berperan penting dalam menyediakan layanan medis dan bantuan penting, respons kami bukannya tanpa tantangan yang berat. Diantara tantangannya adalah:

    Kondisi Kamp Pengungsi yang Penuh sesak

    Kamp pengungsi di Cox's Bazar menghadirkan tantangan yang signifikan karena terbatasnya infrastruktur, yang berdampak pada layanan kesehatan, sanitasi, dan layanan penting bagi populasi pengungsi. Survei MSF pada tahun 2023 menunjukkan adanya penurunan dalam pemeliharaan infrastruktur pencucian, dimana hanya 49 persen yang memiliki akses terhadap sumber air yang tersedia secara berkelanjutan. Pengurangan jatah sabun berkontribusi pada lonjakan kasus kudis, dengan lebih dari 70.000 pasien dirawat oleh Doctors Without Borders pada paruh pertama tahun 2023. WHO melaporkan 40 persen prevalensi di komunitas, meningkat menjadi 70 persen di sub-kamp. Pemberian obat massal bergantung pada intervensi air dan sanitasi yang baik.

    Mengakses layanan kesehatan merupakan hal yang menantang, karena pasien harus berjalan jauh, bahkan ketika terluka atau sakit. Pos pemeriksaan memperburuk kesulitan, menyebabkan penundaan dan gangguan.

    Semakin Sedikitnya Infrastruktur Layanan Kesehatan

    Infrastruktur layanan kesehatan yang ada saat ini menghadapi tekanan yang signifikan karena banyaknya pengungsi yang masuk, sehingga menimbulkan tantangan berupa tingginya jumlah pasien dan penyakit menular. Keterbatasan sumber daya semakin memperparah kesulitan-kesulitan ini.

    Penyakit tidak menular (PTM) telah menjadi perhatian yang mendesak, dengan lebih dari 140.000 konsultasi pasien PTM yang dilakukan oleh Doctors Without Borders di Cox's Bazar dari tahun 2017 hingga Oktober 2022. Sejak tahun 2021, jumlah konsultasi PTM telah melonjak menjadi 58.000, dan masih tetap tinggi pada tahun 2022 yaitu sebesar 62.000 .

    Selain itu, ruang gawat darurat kamp kami secara teratur merawat pasien penyakit kronis stadium lanjut, yang memerlukan stabilisasi dan perawatan berkelanjutan. Rujukan bulanan ke layanan sekunder menimbulkan tantangan, dimana pasien dirujuk ke rumah sakit yang berjarak enam jam perjalanan karena kurangnya tempat tidur yang lebih dekat.

    Risiko Wabah Penyakit

    Kondisi kehidupan yang padat penduduk di kamp-kamp pengungsi meningkatkan kerentanan terhadap wabah penyakit. Kepadatan yang berlebihan memperparah kesulitan dalam mengelola dan menghentikan penularan penyakit menular.

    Dalam konteks pandemi, seperti situasi COVID-19 yang sedang berlangsung, kondisi tempat tinggal yang padat menjadi semakin penting. Lingkungan ini menjadi sangat kondusif bagi penyebaran virus yang cepat, sehingga memerlukan upaya-upaya yang lebih baik untuk pengendalian dan pencegahan penyakit.

    Tantangan Kesehatan Jiwa

    Tantangan kesehatan jiwa di kalangan pengungsi menambah kompleksitas sehingga memerlukan pendekatan layanan kesehatan holistik. Berbagai faktor, termasuk kurangnya peluang penghidupan, kecemasan akan masa depan, kondisi kehidupan yang buruk, hambatan dalam mengakses kebutuhan dasar, dan meningkatnya ketidakamanan dan kekerasan, berkontribusi terhadap dampak buruk terhadap kesejahteraan mental para pengungsi Rohingya.

    Beban kesehatan mental ini diperparah oleh trauma yang dialami saat melarikan diri dari kekerasan di Myanmar. MSF telah mengamati peningkatan kasus kecemasan dan depresi di kalangan populasi pengungsi. Banyak pengungsi melaporkan gejala fisik seperti sakit kepala, sakit perut, dan kelelahan, yang sering kali disebabkan oleh stres.

    Khususnya, sejak tahun 2021, jumlah upaya bunuh diri yang dirawat di rumah sakit Doctors Without Borders di Bangladesh meningkat dua kali lipat, yang menunjukkan adanya kebutuhan kritis akan dukungan dan intervensi kesehatan mental yang terfokus. Mengatasi tantangan kesehatan mental yang beragam ini sangat penting untuk memberikan perawatan komprehensif selama krisis ini.

    Kendala Finansial

    Keterbatasan finansial semakin memperkuat tantangan yang dihadapi oleh Doctors Without Borders. Keterbatasan pendanaan dan sumber daya menghambat kemampuan kita untuk meningkatkan layanan medis guna memenuhi kebutuhan krisis secara memadai.

    Tantangan Diplomatik dan Politik

    Selain masalah kemanusiaan, krisis Rohingya juga menimbulkan tantangan diplomatik dan politik. Menavigasi sensitivitas politik dan memastikan keselamatan dan keamanan tim kami memerlukan pendekatan yang rumit dan berbeda.

    Solusi Berkelanjutan untuk Krisis yang Berlarut-larut

    Sebagai krisis yang berkepanjangan, situasi Rohingya tidak hanya menuntut upaya bantuan segera namun juga solusi kesehatan yang berkelanjutan dan berjangka panjang. Mencapai keseimbangan antara memenuhi kebutuhan kesehatan yang mendesak dan mengembangkan strategi untuk menghadapi tantangan yang sedang berlangsung adalah tugas yang sangat penting.

    Dalam menghadapi tantangan yang beragam, Doctors Without Borders tetap teguh dalam komitmennya untuk menyediakan perawatan medis darurat, mengatasi masalah kesehatan masyarakat, dan mengadvokasi hak-hak penduduk Rohingya yang menjadi pengungsi. Pekerjaan kami menekankan pentingnya mengatasi faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik yang lebih luas yang berkontribusi terhadap berlanjutnya krisis ini.