Skip to main content

    Syukurlah, keluarga saya selamat!

    tsunami banten response

    Dr. Patrick Indradjaja (tengah) membalut luka ibu Elis (kiri) akibat tsunami yang menghancurkan rumahnya pada 22 Desember. Katanya itu merupakan pengalaman tsunami pertamanya dalam 50 tahun tinggal di Kampung Laba, Desa Cigondang. Indonesia, Desember 2019. © Cici Riesmasari/MSF

    “Saya sedang mandi ketika tsunami menerjang. Cuacanya saat itu sangat lembab bagi saya,” Elis, seorang ibu 30 tahun yang juga tengah mengandung 7 bulan bercerita.

    Elis dan keluarganya ada di rumah ketika tsunami menghantam pantai Selat Sunda di hari petaka terjadi tanggal 22 Desember 2018. Rumah mereka terletak di garis pantai Kampung Laba, Desa Cigondang, Kecamatan Labuan. Mereka tinggal di sebelah rumah orang tuanya.

    Ketika gelombang pertama menghantam, suami Elis, Purwanto berteriak: “Tsunami! Tsunami!” Dia berteriak memberi peringatan pada Elis dan bergegas menuju anak perempuan dan mertuanya, yang tinggal di sebelah rumahnya, sehingga mereka dapat berlindung.

    “Saat suami saya berteriak, saya langsung berpakaian secepat mungkin. Ketika dia masuk ke rumah untuk membantu saya, gelombang kedua dan lebih besar menghantam rumah kami,” jelasnya.

    Gelombang hebat, lebih tinggi dari tiang listrik di dekat rumah mereka yang tingginya sekitar 7-12 meter, menghancurkan rumah mereka dan menjadikannya reruntuhan. Purwanto, 35 tahun, terluka ketika paha kirinya terkena atap seng rumah mereka. Elis terjebak di dalam rumah oleh lemari dan meja, dan reruntuhan yang tersisa dari rumahnya.

    “Saya berusaha keras menjaga perut saya supaya tidak terhantam apapun. Saya tidak bisa melihat anak saya. Saya tidak bisa melihat ibu dan ayah saya. Yang saya dengar adalah suara suami saya memanggil saya,” ceritanya.

    Beruntung, meski terluka, Purwanto mampu menyelamatkan Elis. Namun, ketika mereka tidak dapat menemukan anak perempuan mereka dan orang tua mereka yang sudah lansia, mereka terpaksa pergi dari rumah mereka yang sudah hancur dan pergi ke Puskesmas Labuan, sementara berpikir bahwa anggota keluarganya bisa saja telah tiada.

    tsunami banten response

    Ini Elis, ibu 30 tahun yang juga tengah mengandung 7 bulan. Meski mengalami trauma saat tsunami Selat Sunda, dia berpikir positif dan hanya ingin memastikan bahwa bayi di kandungannya sehat. Katanya, selama keluarganya selamat, dia bahagia. Indonesia, Januari 2019. © Cici Riesmasari/MSF

    Tsunami memisahkan keluarga Elis

    Elis dan Purwanto berjalan 2 kilometer menuju Puskesmas di Labuan. Sepanjang perjalanan, mereka bertemu dengan seorang laki-laki yang berkendara motor menawarkan mereka tumpangan ke Puskesmas.

    Sesampainya di sana, mereka melihat banyak orang yang terluka seperti mereka dan menunggu perawatan. Sambil menunggu, mereka tetap berusaha mencari informasi tentang keluarganya.

    “Malam itu, kami akhirnya mendapat kabar bahwa anak perempuan kami selamat dan dia bersama saudari saya” cerita Elis lega.

    Hari berikutnya, Elis dan Purwanto bertemu dengan ibu dan ayah Elis yang juga terluka cukup parah. “Syukur, anggota keluarga kami masih aman meskipun mereka terluka,” hela Elis.

    Tim mobile clinic MSF memeriksa tanda-tanda vital para penyintas di salah satu tempat pengungsian di Kampung Pambogoan, Desa Banyubiru, Kecamatan Labuan. Tim telah menemukan para penyintas yang menunjukkan gejala traumatis akibat tsunami. Selain memeriksa tanda-tanda vital dan melakukan pemeriksaan fisik, tim MSF memberikan layanan konseling.

    Tim klinik keliling MSF memeriksa tanda-tanda vital para penyintas di salah satu tempat pengungsian di Kampung Pambogoan, Desa Banyubiru, Kecamatan Labuan. Tim telah menemukan para penyintas yang menunjukkan gejala traumatis akibat tsunami. Selain memeriksa tanda-tanda vital dan melakukan pemeriksaan fisik, tim MSF juga  memberikan layanan konseling. Indonesia, Januari 2019. © Didi Mugitriman/MSF 

    Dukungan Médecins Sans Frontières (MSF)/Dokter Lintas Batas untuk penyintas tsunami

    Elis dan suaminya dirawat oleh tim MSF di Puskesmas Labuan. “Saya bertemu Ibu Dina (bidan MSF) dan Dokter Santi di Puskesmas Labuan hari Minggu,” ingat Elis. “Mereka memeriksa kondisi saya dan kandungan saya. Ada memar dan bengkak hampir di sekujur tubuh saya. Tapi syukurlah, kandung saya baik-baik saja,” ujarnya sambil tersenyum.

    Tim MSF yang merawat Elis memastikan perawatan medis yang diterimanya. Dia tinggal di Puskesmas Labuan selama tiga hari berikutnya. Sementara, tim merujuk Purwanto dan ibu Elis ke rumah sakit di Pandeglang karena luka mereka cukup serius. Sang ayah juga dirujuk ke rumah sakit yang sama akibat luka pada tangan kirinya.

    Sejak Februari 2018, MSF berada di Kabupaten Pandeglang untuk Proyek Kesehatan Remaja yang dijalankan dalam kolaborasi dengan Kementerian Kesehatan Indonesia. Beberapa jam setelah tsunami menghantam, tim medis darurat MSF mengunjungi dan segera mendukung Puskesmas di Labuan dan Carita, dua wilayah paling terdampak.

    MSF telah melakukan klinik keliling untuk menjangkau posko-posko pengungsian juga komunitas setempat di Labuan dan Carita. Sebagian besar penduduk yang tinggal di wilayah ini tidak dapat mengakses pelayanan medis dan luka mereka akibat tsunami yang belum terobati. Di hari kedelapan respons MSF, tim MSF mengunjungi Elis dan keluarganya di rumah saudari tertuanya di mana mereka tinggal sementara setelah Elis diperbolehkan pulang dari Puskesmas, dan setelah suami dan orang tuanya keluar dari rumah sakit.

    Tim memeriksa luka Elis, Purwanto, dan orang tua mereka. Luka mereka dibersihkan dan perban mereka diganti. “Kami sangat ingin punya tempat tinggal baru. Saya tahu kondisinya menegangkan saat ini, tapi saya tidak mau trauma saya mempengaruhi kandungan saya. Saya baik-baik saja saat ini,” ujar Elis.

    Tsunami memberi dampak pada lima kabupaten di Provinsi Banten dan Lampung. Di antara wilayah-wilayah ini, Kabupaten Pandeglang adalah yang paling terdampak. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memastikan bahwa tsunami yang disebabkan oleh erupsi gunung berapi Anak Krakatau yang memicu longsor bawah laut.

    Per 28 Desember 2018, pukul 13.30, BNPB melaporkan bahwa jumlah pengungsi saat ini berada di angka 40.386, dengan lebih dari 80 persennya datang dari Kabupaten Pandeglang, Banten. Jumlah korban jiwa juga meningkat menjadi 426; 7.202 luka-luka; 23 hilang; dan 1.296 rumah rusak.

    Categories