Skip to main content

    Tepi Barat: Warga Palestina menghadapi peningkatan kekerasan dan pembatasan

    Streets of Jenin refugee camp north of West Bank. Palestinian Territories, March 2024.

    Seorang perempuan Palestina berjalan di jalanan kamp pengungsi Jenin di utara Tepi Barat. Wilayah Palestina, Maret 2024.

    “Kami berjalan berjam-jam untuk mencapai fasilitas kesehatan. Terkadang kami menggunakan keledai untuk memindahkan orang sakit ke rumah sakit atau klinik,” kata Mahmud Mousa Abu Eram, seorang pria Palestina dari Hebron, di Tepi Barat.

    “Sudah lama tidak ada transportasi di daerah ini, dan bahkan jika ada mobil yang mengantar kami ke klinik mana pun, tentara Israel akan menyita mobil tersebut,” katanya.

    Hebron, terletak di wilayah pegunungan kering yang terkenal dengan kebun anggurnya yang berusia ribuan tahun, dianggap sebagai salah satu kota tertua di Tepi Barat. Namun kekayaan sejarahnya dan Tepi Barat yang lebih luas juga dihantui oleh kekerasan brutal, yang semakin meningkat di zaman modern. Meskipun kekerasan tersebut mungkin bukan hal baru, namun telah terjadi peningkatan kekerasan di Tepi Barat sejak 7 Oktober, ketika perang di Gaza meletus.

    Palestinians on their way back to their homes after visiting MSF mobile clinic in the Al-Majaz community in Masafer Yatta south of Hebron.

    Warga Palestina dalam perjalanan kembali ke rumah mereka setelah mengunjungi klinik keliling Doctors Without Borders di Masafer Yatta, Hebron. Palestina, 26 Maret 2024

    Menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (OCHA), dalam beberapa bulan setelah Oktober 2023, 479 warga Palestina telah terbunuh, termasuk 116 anak-anak, 462 di antaranya dibunuh oleh pasukan Israel, sepuluh oleh pemukim, dan delapan di tempat lain dan tidak diketahui apakah pelakunya adalah pemukim atau tentara. Sepertiga dari warga Palestina dibunuh di kamp pengungsi di atau dekat kota Tulkarem dan Jenin.

    Sebidang tanah yang terletak antara Israel dan Yordania, Tepi Barat adalah Wilayah Pendudukan Palestina. Lebih dari 2,9 juta warga Palestina tinggal di wilayah tersebut di 11 distrik dan di antara populasi di Tepi Barat dan sekitar Yerusalem Timur terdapat sekitar 630 ribu pemukim Israel (sumber: PBB).

    Diperkirakan sekitar 61 persen wilayah Tepi Barat terlarang bagi warga Palestina (sumber: PBB). Pos pemeriksaan, penghalang jalan, dan serangan oleh tentara dan pemukim Israel telah lama memisahkan kota-kota dan desa-desa dan menghalangi warga Palestina mengakses layanan dasar termasuk layanan kesehatan dan pasar makanan. Hal ini pada gilirannya menyebabkan warga kehabisan air, bahan bakar, dan persediaan lainnya, serta menghambat warga Palestina untuk mencapai sekolah, tempat kerja, keluarga, dan teman-teman mereka.

    “Suatu hari ketika saya sedang berdiri di dekat jendela, seorang pemukim melihat saya dan mengeluh kepada tentara,” kata seorang pasien Doctors Without Borders yang tidak mau disebutkan namanya. “Tentara menyerbu rumah saya dan menghancurkan segala isinya”.

    Di distrik Masafer Yatta, Hebron, bagi warga Palestina, seringnya terjadi penghalangan jalan, serangan militer, dan serangan oleh pemukim membuat akses terhadap fasilitas kesehatan semakin sulit. Dan yang lebih buruk lagi, tidak ada organisasi lokal yang dapat menyediakan layanan kesehatan dasar karena kurangnya dana, pembatasan yang diberlakukan oleh tentara Israel, dan buruknya infrastruktur jalan yang membatasi akses ke kota tersebut.

    Sementara itu, parahnya kekerasan di Masafer Yatta membuat banyak warga Palestina merasa terlalu takut untuk meninggalkan rumah mereka.

    “Seringkali dilarang berdiri di dekat jendela. Suatu hari ketika saya sedang berdiri di dekat jendela, seorang pemukim melihat saya dan mengeluh kepada tentara," kata seorang pasien Médecins Sans Frontières (MSF) / Doctors Without Borders yang tidak mau disebutkan namanya. “Tentara menyerbu rumah saya dan menghancurkan segala isinya”.

    Bahkan ketika masyarakat di Tepi Barat dapat menjangkau fasilitas kesehatan, keselamatan mereka dan staf layanan kesehatan tidak terjamin. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sejak Oktober 2023, otoritas Israel bertanggung jawab atas lebih dari 447 serangan terhadap layanan kesehatan di Tepi Barat.

    Di distrik Jenin dan Tulkarem, di utara Tepi Barat, pasukan Israel telah melakukan serangan darat rutin disertai serangan udara dan drone, dengan konsekuensi yang mematikan. Selain serangan militer, kekerasan yang dilakukan pemukim di bagian utara Tepi Barat adalah salah satu hambatan utama yang dihadapi warga Palestina dalam kehidupan sehari-hari mereka.

    A Doctors Without Borders mobile clinic in Al-Almajaz in Masafer Yatta, West Bank, Palestine.

    Klinik keliling Doctors Without Borders di Masafer Yatta, Hebron di mana kami menyediakan layanan kesehatan primer dan kesehatan mental. Wilayah Palestina, Maret 2024.

    “Sering kali, ambulans diblokir di pos pemeriksaan. Bahkan dalam keadaan darurat medis dan ketika sirene menyala.”

    Warga Palestina yang tinggal di kamp pengungsi di Tulkarem dan Jenin terjebak dan dilarang mengakses fasilitas kesehatan, terutama selama serangan militer. Orang-orang dengan cedera yang mengancam nyawa menunggu untuk mencapai rumah sakit, dan dalam banyak kasus, mereka meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Di kedua lokasi tersebut, tim Doctors Without Borders telah memberikan penguatan perawatan darurat, dan mendukung relawan paramedis dengan sumbangan dan pelatihan.

    Pada tanggal 21 April, di kamp Tulkarem dan Nur Shams, seorang sukarelawan paramedis ditembak di kaki saat sedang bertugas. Disebabkan pertempuran, dibutuhkan waktu tujuh jam baginya untuk mencapai rumah sakit. Dalam insiden lain, salah satu anggota staf kami memberikan resusitasi jantung paru (CPR) kepada seorang anak berusia 16 tahun setelah dia tertembak di kepala namun tidak dapat menyelamatkannya.

    “Ayahnya, yang juga seorang paramedis yang dilatih oleh Doctors Without Borders, mengetahui berita pembunuhan putranya saat bekerja di ambulans,” kata Itta Helland-Hansen, Koordinator Proyek Doctors Without Borders di Jenin.

    Sedikitnya staf medis yang masih mampu menjalankan pekerjaannya dipaksa bekerja melampaui batas profesionalnya.

    A Doctors Without Borders team walking in the streets of Jenin refugee camp north of West Bank. Palestinian Territories, March 2024

    Tim Doctors Without Borders berjalan di jalan-jalan kamp pengungsi Jenin di utara Tepi Barat. Wilayah Palestina, Maret 2024

    “Sering kali, ambulans diblokir di pos pemeriksaan. Bahkan dalam keadaan darurat medis dan ketika sirene menyala,” kata seorang petugas medis dari kamp pengungsi al Arrub di bagian selatan Tepi Barat antara Hebron dan Bethlehem.

    “Berapa lama mereka menghentikan kami tidak bergantung pada keadaan darurat medis, itu tergantung pada suasana hati para prajurit. Mereka membuat kami menunggu satu atau dua jam... Atau mereka memaksa kami mengambil jalan lain,” katanya.

    “Jika pasien mendapat luka tembak dari tentara Israel, mereka dapat menangkap pasien tersebut dan bahkan menyita ambulans. Kami tidak tahu apa yang akan terjadi pada pasien tersebut, jika mereka membawanya ke rumah sakit atau penjara dan jika dia mendapat perawatan medis di penjara,” lanjutnya.

    Alternatif untuk menghindari waktu tunggu yang lama dan pelecehan di pos pemeriksaan adalah dengan tidak menerima perawatan medis sama sekali.

    “Sebelum tanggal 7 Oktober, situasinya agak lebih ringan, saya menggunakan rute alternatif untuk mencapai tujuan saya, dan terapis kesehatan mental saya menghubungi saya untuk memastikan saya melanjutkan sesi saya,” kata seorang pasien kesehatan mental Doctors Without Borders dari Nablus, di bagian utara Tepi Barat.

    “Datang ke sini untuk sesi ini membuat saya nyaman. Saya tidak merasa berada dalam bahaya saat berada di sini,” tambahnya.

     

    Tim Doctors Without Borders telah hadir di Tepi Barat sejak tahun 1989. Pada tahun 2024, Doctors Without Borders menambah jumlah klinik keliling di distrik Hebron menjadi 13 klinik keliling untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Antara bulan Januari dan Maret 2024, tim kami menyediakan lebih dari 6.000 konsultasi rawat jalan dan sekitar 1.400 sesi kesehatan mental individu, termasuk penilaian pasien baru dan konsultasi lanjutan, di berbagai lokasi.

    Di Hebron, tim Doctors Without Borders telah menyesuaikan dan memperluas kegiatan mereka untuk memastikan perawatan berkelanjutan dan akses terhadap layanan kesehatan primer bagi pasien yang paling rentan dan terisolasi. Di Jenin dan Tulkarem, tim Doctors Without Borders mendukung dan melatih staf medis dan paramedis untuk memberikan pertolongan pertama dan layanan penyelamatan nyawa di dalam dan di luar rumah sakit jika terjadi korban massal dan terhambatnya akses ke lokasi.

    Tim Doctors Without Borders juga memberikan dukungan kesehatan mental di klinik-klinik di Nablus, dan Hebron, yang bertujuan untuk mengatasi kesenjangan kritis dalam penyediaan layanan kesehatan mental dan untuk memastikan bahwa mereka yang membutuhkan menerima dukungan dan perawatan yang mereka butuhkan.

    Categories