Malaysia: Perawatan kesehatan yang aman dan terjangkau untuk semua penting dalam reformasi sistem kesehatan
Kepala apotek di klinik Doctors Without Borders di Penang, menjelaskan cara memberikan resep obat kepada istri pasien Rohingya. Malaysia, 2019. © Arnaud Finistre
Doctors Without Borders / Médecins sans Frontières (MSF) menyambut baik usulan Menteri Kesehatan Khairy Jamaluddin untuk mereformasi sistem kesehatan negara dan menyerukan reformasi ini untuk memasukkan perawatan kesehatan yang aman dan terjangkau bagi semua orang di Malaysia, terlepas dari negara asalnya, status kewarganegaraan atau dokumentasi.
“Reformasi sistem kesehatan nasional tepat pada waktunya. Pandemi COVID-19 telah merenggut hampir 32.000 nyawa di Malaysia dan terus menyebar lebih jauh, memperlihatkan kesenjangan kesehatan antara mereka yang memiliki akses ke sistem kesehatan dan mereka yang dikecualikan,” kata Kepala Misi Dirk van der Tak.
Sebagai organisasi kemanusiaan medis internasional yang mendukung komunitas terpinggirkan di Malaysia dengan layanan kesehatan primer, Doctors Without Borders telah menyaksikan secara langsung bagaimana terbatasnya akses ke layanan kesehatan memiliki konsekuensi yang merugikan bagi ribuan orang, termasuk wanita hamil dari komunitas pengungsi dan pencari suaka yang mencari perawatan antenatal, antara lain kelompok rentan di Malaysia.
Karena ketakutan akan penangkapan dan penahanan, Doctors Without Borders telah menyaksikan para pengungsi dan pencari suaka tanpa dokumen UNHCR atau orang-orang tanpa identitas formal menunda perawatan medis, bahkan ketika mereka menghadapi kondisi yang mengancam jiwa. Ini karena Surat Edaran (SE) Menteri Kesehatan 10/2001 yang berusia 20 tahun yang mewajibkan staf kesehatan pemerintah untuk melaporkan orang yang tidak memiliki dokumen ke pihak imigrasi. SE itu tidak hanya menghalangi orang untuk mencari perawatan medis, tetapi juga mendorong staf layanan kesehatan untuk melanggar prinsip etik medis universal untuk tidak membahayakan pasien karena dengan melaporkan pasien yang tidak memiliki dokumen akan menyebabkan penangkapan atau penahanan terhadap mereka.
Doctors Without Borders juga telah menyaksikan para pengungsi dan pencari suaka yang menunda atau tidak mencari perawatan kesehatan karena mereka tidak mampu membayar biaya pengobatan yang dikenakan kepada orang asing di negara tersebut. Karena pengungsi dilarang oleh hukum untuk bekerja, biaya tersebut tetap sangat tinggi, bahkan setelah diskon 50% diberikan oleh pemerintah kepada pemegang dokumentasi yang dikeluarkan oleh Badan Pengungsi PBB. Kebijakan ini memaksa keluarga yang sudah rentan untuk membuat pilihan yang mustahil, antara perawatan kesehatan, makanan atau tempat tinggal. Dalam jangka panjang, ini juga meningkatkan beban sistem perawatan kesehatan publik Malaysia, karena perawatan yang tertunda dapat mengakibatkan peningkatan biaya penggunaan perawatan kesehatan sekunder.
Doctors Without Borders meminta Kementerian Kesehatan untuk mengarahkan langkah baru ke depan ketika mereformasi sistem kesehatan untuk menjadikannya inklusif, aman dan terjangkau bagi semua, termasuk pengungsi dan pencari suaka yang termasuk di antara kelompok yang paling rentan di Malaysia. Prioritas segera harus mencakup pencabutan SE Menteri Kesehatan 10/2001 dan pengenalan biaya proporsional untuk orang-orang yang tidak memiliki akses formal ke pekerjaan atau jaring pengaman sosial, termasuk pengungsi, pencari suaka dan orang-orang tanpa kewarganegaraan.
Sistem perawatan kesehatan nasional yang maju dan berkelanjutan harus mempertimbangkan prioritas kesehatan masyarakat dan didasarkan pada prinsip-prinsip etika medis. Ini berarti bahwa setiap orang, terlepas dari negara asal, kewarganegaraan, dan status dokumentasi, harus dapat mengakses perawatan medis tanpa takut melapor ke petugas kesehatan atau menunda pengobatan karena mereka tidak mampu membayarnya.Dirk van der Tak, Kepala Misi
Doctors Without Borders siap bekerja sama dengan pemerintah untuk mendukung solusi perawatan kesehatan yang inklusif, aman, dan terjangkau bagi semua.