Skip to main content

    Kongo: Ketidakamanan menyebabkan masyarakat di Ituri tidak memperoleh perawatan medis dasar

    The queue at the Tse Lowi internal dispaced persons (IDP) site before the Doctors Without Borders distribution. Families with children under five years old, the most vulnerable to malaria, received a mosquito net. The teams also took advantage of the distribution to monitor the state of malnutrition of children at the site.

    Antrean di lokasi pengungsi internal (IDP) Tse Lowi sebelum penyaluran bantuan dari Doctors Without Borders. Keluarga dengan anak-anak di bawah usia lima tahun, yang paling rentan terhadap malaria, menerima kelambu. Tim juga memanfaatkan penyaluran bantuan untuk memantau kondisi kekurangan gizi anak-anak di lokasi tersebut. DRC, 2020. © MSF/Solen Mourlon

    “Saat ini, kami tidak memiliki akses yang aman di area tersebut sehingga kami tidak dapat meluncurkan kembali kegiatan,” kata Stéphane Hauser, koordinator proyek Doctors Without Borders di Nizi. “Semua pihak yang berkonflik perlu terlibat untuk memastikan keselamatan para pekerja bantuan tanpa kecuali,” katanya.

    Sejak serangan tersebut, kegiatan Doctors Without Borders yang mendukung Kementerian Kesehatan Masyarakat di wilayah Bambou dan Nizi telah ditangguhkan. Akibatnya, tim medis tidak akan lagi mengakses kedua lokasi ini dan tidak akan meluncurkan kembali kegiatan hingga pemberitahuan lebih lanjut. Sementara itu, Doctors Without Borders telah meminta otoritas yang berwenang untuk meluncurkan penyelidikan atas insiden di Bambou.

    Selama empat tahun terakhir, Doctors Without Borders telah berupaya memberikan perawatan medis kepada orang-orang yang terluka akibat konflik di Ituri, di kedua sisi garis depan. “Penghentian paksa kegiatan ini merampas bantuan medis minimum yang sebelumnya disediakan oleh kegiatan kami,” kata Hauser.

    “Kami sangat marah karena orang-orang yang terluka dan sakit mungkin sekali lagi harus membayar harga dari ketidakamanan ini.”

    Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terdampak konflik yang mematikan, akses harus dipermudah dan diamankan di semua wilayah yang disengketakan, tempat aksi kemanusiaan kita dipandu oleh prinsip-prinsip netralitas dan imparsialitas.

    Kekerasan telah berkecamuk di provinsi Ituri sejak 2017, khususnya di wilayah tempat Doctors Without Borders mengelola proyek-proyeknya. “Agar Doctors Without Borders dapat melanjutkan kegiatannya, perlu ada pemahaman dan penerimaan segera atas bantuan kemanusiaan dan prinsip-prinsip kita.

    “Hal ini harus diklarifikasi dengan cepat sehingga kita dapat memastikan apakah kondisinya memungkinkan kita untuk kembali dengan selamat,” kata Hauser.

    Doctors Without Borders meminta FARDC*, CODECO*, dan semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam konflik di Ituri untuk memastikan bahwa keselamatan terpenuhi guna memungkinkan dimulainya kembali bantuan kemanusiaan di seluruh provinsi.

     

    Doctors Without Borders/Médecins sans Frontières (MSF) bekerja berdasarkan prinsip-prinsip imparsialitas, netralitas, dan independensi. Di provinsi Ituri, bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Doctors Without Borders mendukung empat rumah sakit umum (HGR), 12 pusat kesehatan, tiga pos kesehatan, dan 32 lokasi layanan kesehatan masyarakat di zona kesehatan Drodro, Nizi, dan Angumu untuk perawatan penyakit anak, malnutrisi, malaria, kekerasan seksual, dan kesehatan mental.

    Kegiatan Doctors Without Borders di Nizi dan Bambou telah memberikan perawatan bagi lebih dari 470.000 orang, termasuk hampir 175.000 orang di Nizi, 176.000 orang di Bambou, dan 120.000 orang pengungsi internal. Dalam proyek ini, tim Doctors Without Borders telah melaksanakan lebih dari 33.000 konsultasi pada paruh pertama tahun 2021 dan menyelenggarakan 21.229 sesi penyadaran.

    *FARDC: Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Kongo/ CODECO: Koperasi untuk Pembangunan Kongo

    Categories