Skip to main content

    Palestina: Luka bakar, masalah kesehatan kronis di Gaza

    An MSF physical therapist Reem Abu Lebdeh does a scar massage to Adballah. Ten months ago, Abdallah had a scalding burn that damaged 50 percent of his total body surface.

    Terapis fisik Doctors Without Borders melakukan pijatan bekas luka pada Adballah. Sepuluh bulan yang lalu, Abdallah mengalami luka bakar yang membakar 50 persen dari total permukaan tubuhnya. Dia menghabiskan 68 hari di rumah sakit dan menerima transplantasi kulit dari ayahnya. Saat kecelakaan itu terjadi, dia masih berusia 11 bulan. Palestina, 2021. © Tetiana Gaviuk/MSF 

    Reem Abu Lebdeh, salah seorang fisioterapis, dengan hati hati melepas pakaian khusus untuk luka bakar (pressure garment) Abdallah yang berusia 21 bulan. Kemudian ia memeriksa bekas luka di kaki, perut, dan lengan kanannya. Sepuluh bulan sebelumnya, Abdallah mengalami luka bakar yang merusak 50 persen permukaan tubuhnya. Dia menghabiskan lebih dari dua bulan di rumah sakit dan menerima transplantasi kulit dari ayahnya.

    “Beberapa sesi lagi dan dia bisa dipulangkan,” kata Abu Lebdeh.

    Meskipun ini kabar baik, tapi ini bukan akhir dari perawatan Abdullah. “Bekas luka tidak membatasi pergerakannya saat ini,” kata Abu Lebdeh, “tapi ini bisa berubah seiring dia tumbuh dewasa. Dia harus terus mengenakan pressure garment sampai bekas lukanya berhenti tumbuh dan dia harus diperiksa kembali secara teratur.”

    Setiap tahun klinik Doctors Without Border di Gaza merawat 5.000 korban luka bakar baru, yang sebagian besar adalah anak-anak yang terluka dalam kecelakaan rumah tangga. Kondisi perumahan yang tidak aman menjadi salah satu penyebab utama terjadinya insiden tersebut.

    Menurut PBB, hampir 70 persen penduduk Gaza adalah pengungsi, banyak dari mereka tinggal di kamp-kamp pengungsi, sementara lebih dari setengah penduduk hidup dalam kemiskinan. Akibatnya, banyak orang yang tinggal di dalam perumahan yang penuh sesak, tidak aman, tanpa sarana listrik, pemanas, air bersih maupun sanitasi yang memadai.

    “Banyaknya kasus luka bakar sebenarnya dapat dicegah dengan perumahan yang lebih aman dan mendidik orang tentang risikonya,” kata manajer aktivitas luka bakar Doctors Without Border, Séverine Brunet.

    Beberapa baris dari tempat tidur Abdallah, di seberang ruangan, adalah Sham, seorang gadis berusia dua tahun yang mengalami luka bakar akibat kecelakaan di rumah. Fisioterapis Noura Alzaeem memberinya pijatan pada bekas luka. Keluarga Sham yang terdiri dari empat orang menetap di kamar sewaan kamp pengungsi Khan Younis – sebuah ruangan kecil yang hanya memiliki kamar untuk tempat tidur, matras, dan dua lemari, tanpa dapur. Karena tidak ada dapur, ibu Sham memasak di lantai di luar kamar. Pada suatu hari, Sham tersangkut kabel kompor listrik saat ibunya sedang memasak. Dia jatuh dan kompor panas jatuh di atasnya, membakar 10 persen tubuhnya.

    Tiga tahun lalu, kakak laki-laki Sham, Jamal, yang saat itu berusia dua tahun, juga menderita luka bakar setelah dia terguling dari tempat tidurnya dan mengenai kompor, membakar wajahnya. Dia dirawat di klinik Doctors Without Border selama delapan bulan, kata ibunya.

    An MSF-supported surgical team at Al-Shifa’s burn unit, in Gaza city changes patient’s dressing under anesthesia. Al-Shifa’s burn unit is the main referral unit for all hospitals in Gaza where on average 270 patients are treated annually.

    Tim bedah yang didukung Dokter Tanpa Batas di unit luka bakar Al-Shifa, di kota Gaza, mengganti perban luka pasien dengan anestesi. Unit luka bakar Al-Shifa adalah unit rujukan utama untuk semua rumah sakit di Gaza di mana rata-rata 270 pasien dirawat setiap tahun. Palestina, 2021. © Tetiana Gaviuk/MSF 

    Masalah kesehatan kronis

    Pada 2021, Doctors Without Border merawat 5.540 pasien dengan luka bakar baru, ada kenaikan, setelah sebelumnya pada 2020 mencapai 4.591 pasien dan 2019 ada 3.675 pasien. Rata-rata, lebih dari 60 persen korbannya adalah anak-anak di bawah usia 15 tahun, dan 35 persen adalah anak-anak di bawah usia 5 tahun. Seperti Abdallah dan Syam, banyak yang terluka dalam kecelakaan rumah tangga akibat kondisi perumahan yang buruk.

    Perawatan yang benar dalam jangka waktu 48 jam pertama pasca kejadian sangatlah penting untuk pemulihan pasien luka bakar, akan tetapi sebagian besar warga dan keluarga di Gaza tidak paham bagaimana melakukan pertolongan pertama bagi korban luka bakar. Pasta gigi, bubuk kopi, dan saus tomat adalah beberapa obat rumahan yang paling umum diberikan, sementara beberapa orang menggunakan pemutih atau garam pada luka bakar.

    “Hal pertama yang harus dilakukan adalah membasuh area yang terbakar dengan air dingin yang mengalir,” kata Brunet, “dan jika cederanya serius, Anda harus mencari perawatan medis sesegera mungkin.”

    A cooking space where a four-year-old Nabeel accidently burned his back while his grandmother Sana was baking bread. It took them an hour to reach a hospital by horsecar as Nabeel’s family could not afford to hire a taxi.

    Ruang memasak tempat Nabeel yang berusia empat tahun secara tidak sengaja terkena luka bakar di punggungnya saat sang nenek Sana tengah memanggang roti. Mereka membutuhkan waktu satu jam untuk mencapai rumah sakit dengan kereta kuda karena keluarga Nabeel tidak mampu menyewa taksi. Palestina, 2021. © Tetiana Gaviuk/MSF 

    Bagaimana warga mencapai rumah sakit juga merupakan tantangan. Ini terjadi ketika Nabeel yang berusia empat tahun secara tidak sengaja bersandar ke oven panas di mana neneknya Sana sedang memanggang roti, punggung bagian bawahnya terbakar parah. Karena tidak mampu membayar taksi, mereka membutuhkan waktu satu jam untuk mencapai rumah sakit dengan kereta kuda.  

    Untuk sembuh total dengan maksimal, pasien dengan luka bakar parah harus sering mengganti balutan luka, fisioterapi, dan melakukan perawatan lanjutan, tetapi banyak yang akhirnya melewatkan janji temu untuk perawatan karena biaya transportasi meningkat. Doctors Without Border menyediakan transportasi ke dan dari kliniknya di Gaza untuk mengatasi masalah ini.

    Menaati rencana perawatan sangat penting, tetapi hal tersebut menjadi tantangan bagi pasien kami di Gaza. Selain itu, kebersihan yang buruk karena akses air bersih dan sanitasi yang tidak memadai meningkatkan risiko infeksi dan resistensi antibiotik, yang merupakan hal umum di Gaza. Banyak pasien juga kurang mendapatkan nutrisi yang baik atau memiliki penyakit penyerta yang berpengaruh pada lambatnya proses penyembuhan mereka.
    Séverine Brunet, Burn Activity Manager

    Luka bakar memiliki dampak jangka panjang pada kesehatan fisik dan psikologis seseorang, sementara perawatannya memerlukan rawat inap yang lama dan perawatan lanjutan selama berbulan-bulan untuk menghindari kerusakan dan kecacatan – perawatan yang tidak dapat diberikan di Gaza, karena sistem perawatan kesehatan di sana lumpuh akibat blokade Israel dan Mesir.

    Untuk meningkatkan akses perawatan berkualitas bagi korban luka bakar, Doctors Without Border menyediakan pelayanan perawatan luka dan nyeri, fisioterapi dan dukungan psikososial kepada korban luka bakar termasuk yang mengasuh mereka melalui empat klinik di Jalur Gaza, serta layanan pendukung unit luka bakar di rumah sakit Al-Shifa – unit rujukan utama bagi semua rumah sakit di Gaza – di mana terdapat rata-rata 270 pasien dirawat setiap tahun karena luka bakar. Namun, selama orang terus tinggal di perumahan yang tidak memadai dan penuh sesak, masalah luka bakar akan terus menghantui Gaza.

     

    Doctors Without Border telah merawat pasien luka bakar di Gaza sejak 2011. Pada tahun 2020, ketika pandemi COVID-19 mempersulit perjalanan pasien luka bakar untuk perawatan di luar Gaza, Doctors Without Border mulai menyediakan masker kompres untuk korban luka bakar wajah dengan teknologi pemindaian dan pencetakan 3D yang diproduksi di dalam Gaza untuk pertama kali. Pada tahun 2021, Doctors Without Border membuka ruang sedasi pertama di Gaza di mana anak-anak dengan luka bakar parah dapat mengganti perban mereka dan menerima terapi fisik di bawah anestesi tanpa pergi ke ruang operasi.

    Categories