Skip to main content

    Menjangkau Ribuan Dengan Klik: Bagaimana Rohingya Bantu Memandu Kesadaran COVID-19

    A screenshot from an MSF broadcast for R-vision @ R-vision/MSF

    Tangkapan layar dari siaran Doctors Without Borders untuk R-vision @ R-vision/MSF

    Saya tiba di Malaysia sebagai manajer advokasi Doctors Without Borders/Médecins Sans Frontières (MSF) pada November 2019, sekitar dua bulan sebelum COVID-19 mulai melanda dunia. 

    Dalam proyek kami di bagian utara negara ini, kami menyediakan perawatan kesehatan bagi para pengungsi dan pencari suaka, khususnya orang-orang dari kelompok etnis Rohingya (TAUTAN KE KRISIS PENGUNGSI ROHINGYA). 

    Ketika pandemi mencapai Malaysia, kami melihat betapa tidak proporsionalnya komunitas ini diserang. Banyak yang ragu mengajukan diri untuk dites(TAUTAN KE KONTEN COVID-19) COVID-19 karena stigma dan ketakutan akan penangkapan dan penahanan ketika mencari perawatan kesehatan. Para pengungsi berjuang untuk memberi makan keluarga mereka karena mereka telah kehilangan penghasilan tidak tetap akibat pembatasan terkait virus corona. Selain itu, sebagian besar mereka tersingkir dari kampanye informasi tentang COVID-19. 

    Kami harus kreatif menemukan cara untuk memberi dukungan dan memastikan bahwa informasi tentang COVID-19 akan menjangkau mereka. 

    Terima kasih pada komunitas Rohingya sendiri, kami menemukan solusinya. 

    Malaysia tidak secara resmi mengakui status pengungsi dan belum menandatangani Konvensi Pengungsi 1951. Akibatnya, pengungsi dan pencari suaka sangat bergantung pada LSM dan masyarakat untuk mendapatkan bantuan dan perawatan kesehatan. 

    Namun, pada awal pandemi, banyak pasien kehilangan akses ke perawatan kesehatan karena mereka tidak dapat pergi ke klinik kami ketika pergerakan dibatasi dan jalanan dipasangi penghalang. 

    Ini membawa masalah lain. Tim kesehatan kami telah mulai memberi edukasi kesehatan tentang COVID-19, tetapi kami khawatir dengan banyaknya orang yang tidak dapat kami jangkau dengan informasi penting ini. 

    Awalnya, strategi kami sangat bergantung pada poster dan pesan suara yang dibagikan melalui aplikasi yang juga digunakan oleh banyak organisasi lain, tetapi ini tidak cukup. 

    Saat bertanya ke warga sekeliling, sepertinya tidak banyak yang menyadari pesan kami. 

    Masalah  

    Kami perlu memahami mengapa pendekatan kami tidak efektif. Mengapa pesan kami tidak sampai ke warga seperti yang kami harapkan?   

    “Kami menemukan bahwa orang-orang tidak terlalu percaya dengan banyaknya pesan suara. Pesan suara datang dari mana-mana dan dari semua orang, tidak hanya dari LSM, bahkan terkadang informasinya kontradiktif.” 

    Sebagai tim urusan kemanusiaan, kami mencoba memahami kebutuhan dan keprihatinan masyarakat serta hambatan perawatan kesehatan yang mereka hadapi. Ini membantu kami untuk mengadvokasi akses ke perawatan dan perlindungan kesehatan yang penting. Kami mendapatkan informasi langsung dari warga. Karenanya, pengalaman kami dalam melakukan survei dan mengambil testimoni makin bertambah.  

    Sehingga, kami memutuskan untuk mendukung tim kesehatan, dan bersama-sama meluncurkan survei ke pasien Rohingya dan komunitas yang lebih luas untuk lebih memahami bagaimana kami bisa menjangkau mereka dan dari mana mereka mendapatkan informasi. 

    Hilangnya kepercayaan 

    Kami menemukan bahwa orang-orang tidak terlalu percaya dengan banyaknya pesan suara. Pesan suara datang dari mana-mana dan dari semua orang, tidak hanya dari LSM, bahkan terkadang informasinya kontradiktif.  

    Warga tidak yakin apa yang harus dipercaya. Dan sementara beberapa orang menerima terlalu banyak pesan, yang lain tidak menerima informasi sama sekali. 

    Solusi potensial? 

    Nah, karena warga sudah membantu kami untuk memahami masalahnya, lantas apa solusinya?

    Banyak orang yang kami ajak bicara dalam survei merekomendasikan agar kami memberikan informasi melalui R-vision, sebuah jaringan media daring dalam bahasa Rohingya. Kami memutuskan untuk menghubungi R-vision untuk mengetahui lebih lanjut.

    An episode on COVID-19 awareness being filmed for R-vision. © MSF

    Sebuah episode tentang kesadaran COVID-19 sedang difilmkan untuk R-vision. © MSF

    R-vision menjangkau komunitas Rohingya di seluruh dunia melalui YouTube dan Facebook. Postingannya terlihat tidak hanya di Malaysia, tetapi juga di Arab Saudi, Myanmar dan bahkan kamp-kamp di Bangladesh, di mana, meskipun koneksi internetnya terputus secara teratur, orang-orang mengunduh video mereka dan membagikannya satu sama lain. 

    Dalam survei, kami menanyakan apa yang mereka ketahui tentang virus ini dan apakah ada sesuatu yang mereka khawatirkan. Berdasarkan masukan mereka, kami memutuskan untuk membuat empat video edukasi kesehatan tentang COVID-19 dalam bahasa Rohingya, yang kemudian akan kami bagikan melalui R-vision. 

    Doctors Without Borders mengudara 

    Pembuatan video hanya mungkin berkat peran kunci dari relawan Rohingya kami di Malaysia, yang menghabiskan berjam-jam menerjemahkan naskah dan berlatih sebagai "pembawa berita" kami di depan kamera. 

    Kami membahas langkah-langkah pencegahan COVID-19, menjelaskan cara mencuci tangan, isolasi, dan bagaimana agar bisa membuat masker sendiri. Kami juga mendedikasikan video untuk kesehatan mental, menggambarkan bagaimana orang bisa saling membantu selama wabah. 

    “Ini jelas menunjukkan bahwa kita harus selalu mendengarkan saran dari komunitas yang kita bantu. Mereka tahu kesenjangan pemahamannya, apa kebutuhannya dan bagaimana menjangkau orang-orangnya.”  

    Kami membangun "studio" kami sendiri di rumah kolega dengan videografer lokal. Didukung oleh kantor Doctors Without Borders di Amsterdam, kami juga mengembangkan gambar dan piktogram. 

    Setiap video kami cek ke pasien untuk memastikan bahwa apa yang kami jelaskan masuk akal bagi mereka. 

    Dampak nyata 

    Pada bulan September, video kami ditayangkan di R-vision. Setiap minggu kami melihat bagaimana video tersebut mendapat lebih banyak penonton di YouTube. 

    Pertama, mencapai 5.000 penonton, yang kurang lebih seperti harapan kami. 

    Tapi kemudian naik menjadi 10.000, dan akhirnya 25.000 penonton. Dan angka ini tidak termasuk penonton luring (offline) - di mana orang-orang telah mengunduh dulu videonya dan membagikannya begitu saja. 

    Video-video itu dibagikan secara luas. Kami bahkan melihat organisasi lain menggunakannya di kamp pengungsian di Bangladesh untuk tujuan edukasi kesehatan. 

    Preparing the makeshift studio. © MSF

    Mempersiapkan studio darurat. © MSF 

    Di komentar YouTube, masyarakat Rohingya memberi tahu kami bagaimana mereka akan menggunakan apa yang telah mereka pelajari untuk melindungi diri sendiri. Mereka juga meminta agar kami bisa membuat video lagi tentang topik lain. 

    Berdasarkan saran mereka, kami berencana mengembangkan seri video lain pada awal tahun depan.  

    Pelajaran yang didapat 

    Kami berharap kampanyenya berhasil, namun ini lebih baik dari yang diharapkan.   

    Tim kami di Malaysia bangga dan senang karena begitu banyak orang yang bisa menonton video kami dan mendapat informasi tentang COVID-19. Relawan kami yang ditampilkan dalam video tersebut mendapat banyak pesan dari komunitas dan permintaan Facebook dari seluruh dunia. 

    Saya pikir ini jelas menunjukkan bahwa kita harus selalu mendengarkan saran dari komunitas yang kita coba bantu. Mereka tahu kesenjangan pemahamannya, apa kebutuhannya dan bagaimana menjangkau orang-orangnya.

    Ke depannya, dalam proyek kami, kami akan memastikan untuk lebih sering berkonsultasi dengan mereka, dan mememinta umpan balik mereka tentang apa yang kami lakukan. Ini akan membantu membuat layanan kami menjadi lebih baik. 

    Bekerja bersama

    Dalam berita internasional, kami tidak banyak membaca atau mendengar tentang Rohingya di Malaysia. Sebagian besar cerita dan laporan adalah tentang Negara Bagian Rakhine di Myanmar, tentang kasus Genosida Rohingya di Mahkamah Internasional, atau tentang kamp pengungsi terbesar di dunia, Cox's Bazar di Bangladesh.  

    Namun, sekitar 100.000-200.000 Rohingya ada di sini. Banyak yang mencapai Malaysia setelah perjalanan panjang dengan perahu kecil melintasi Laut Andaman. Meskipun keseharian mereka sangat berbeda dengan tinggal di kamp pengungsian, ada kebutuhan akan dukungan yang cukup besar. 

    Komunitas marjinal seperti Rohingya di Malaysia selalu menjadi yang paling rentan dalam krisis, itulah sebabnya mereka sering menjadi fokus kerja Doctors Without Borders. 

    Di masa COVID-19, penting bagi kita untuk tidak melupakannya, dan memastikannya masuk dalam respons kesehatan masyarakat guna memerangi pandemi.  

    Seperti yang ditunjukkan oleh proyek ini, organisasi seperti Doctors Without Borders dapat memberikan sumber daya, tetapi menggabungkannya dengan pengetahuan ahli dari komunitas itu sendiri membantu memastikan bahwa kami membuat dampak sebesar mungkin. 

    Elko Brummelman, MSF
    Elko Brummelman
    Humanitarian Affairs Advisor

    Elko Brummelman is currently on assignment as Advocacy Manager with MSF in Malaysia.

    Previously, he worked in MSF's office in Amsterdam. Before joining MSF he worked with organisations focusing on inclusive approaches for the humanitarian sector and community engagement.