Irak: Menangani tuberkulosis kebal obat, sedikit demi sedikit
Fatin menderita TBC yang kebal terhadap berbagai obat (Multidrug-Resistant Tuberculosis / DR-TB) sejak sembilan bulan setelah didiagnosis di Institut Tuberkulosis Nasional Baghdad. Dia mengambil pengobatan oral baru sejak itu, dan hanya memiliki tujuh sampai delapan bulan tersisa dari pengobatan sebelum dianggap sembuh total. Irak, 2021. © Chloe Sharrock
Di Irak, Doctors Without Borders / Médecins Sans Frontires (MSF) mendukung Institut Tuberkulosis Nasional Irak untuk mendeteksi dan mendiagnosis TBC dan MDR-TB. Doctors Without Borders juga telah mengenalkan rejimen pengobatan inovatif untuk pasien MDR-TB, yang melibatkan penggunaan obat baru bedaquiline dan delamanid. Obat baru ini juga telah menunjukkan tingkat kepatuhan pasien yang lebih baik, keberhasilan yang lebih tinggi dalam mengobati MDR-TB dalam waktu yang lebih singkat dan efek samping yang lebih sedikit bagi pasien.
Di lingkungan Kota Sadr, di Baghdad, Irak, Ihsan Ali duduk bersama keempat anaknya di rumah mereka. Pria berusia 44 tahun itu menikmati kebersamaan dengan keluarganya setelah berminggu-minggu harus mengasingkan diri. Ihsan menderita tuberkulosis (TBC) beberapa kali sebelumnya, tetapi yang terbaru dia didiagnosis dengan penyakit yang kebal terhadap berbagai obat.
Penderita TBC umumnya mengalami gejala serius yang sangat mempengaruhi kehidupan mereka, termasuk batuk parah, nyeri dada, kelemahan yang signifikan, penurunan berat badan secara tiba-tiba dan demam. TBC tanpa komplikasi dapat disembuhkan, tetapi pasien harus menjalani pengobatan panjang selama berbulan-bulan dengan obat-obatan keras. TBC juga dapat menjadi kebal terhadap obat-obatan ini dan berkembang menjadi suatu bentuk penyakit yang disebut TBC yang kebal terhadap berbagai obat (multidrug-resistant tuberculosis/MDR-TB).
Kekebalan terhadap obat muncul ketika obat TBC digunakan secara tidak tepat, melalui resep yang salah oleh penyedia layanan kesehatan, ketika obat berkualitas buruk digunakan, dan/atau ketika pasien tidak mematuhi pengobatan yang diresepkan. Sampai saat ini, satu-satunya cara untuk mengobati MDR-TB adalah dengan obat oral dan suntik yang manjur. Rejimen pengobatan ini bisa memakan waktu hingga dua tahun dan dapat menyebabkan efek samping yang serius seperti tuli, kerusakan ginjal dan penyakit psikologis yang parah.
Rawabi, 37, adalah pasien yang diobati di Institut Tuberkulosis Nasional. Setelah didiagnosis dengan MDR-TB pada tahun 2019, Rawabi telah menjalani pengobatan oral baru sejak 2019, dan sekarang dianggap tidak menular dan sedang dalam proses untuk remisi. © Chloe Sharrock
Perawatan yang lebih baik untuk pasien MDR-TB
Di Irak, Doctors Without Borders mendukung Institut Tuberkulosis Nasional Irak untuk mendeteksi dan mendiagnosis TBC dan MDR-TB.
Doctors Without Borders juga telah mengenalkan rejimen pengobatan inovatif untuk pasien MDR-TB, yang melibatkan penggunaan obat baru bedaquiline dan delamanid. Rejimen baru yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia ini melibatkan obat oral, menghilangkan suntikan yang menyakitkan yang harus dialami pasien MDR-TB sebelumnya. Obat baru ini juga telah menunjukkan tingkat kepatuhan pasien yang lebih baik, keberhasilan yang lebih tinggi dalam mengobati MDR-TB dalam waktu yang lebih singkat dan efek samping yang lebih sedikit bagi pasien.
Selama infeksi saya sebelumnya, saya diobati dengan obat suntik setiap hari yang memberi saya banyak efek samping. Tubuh saya sangat gatal dan ada memar di kulit saya. Tapi sejak saya mulai minum tablet oral, saya merasa lebih baik. Obat ini masih membuat perut saya sakit, tapi mereka jauh lebih baik dan saya mengalami lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan suntikan.Hameeda, pasien MDR-TB yang sembuh
Hameeda, 65, difoto di rumahnya, adalah pasien pertama Irak yang disembuhkan dengan pengobatan oral baru untuk tuberkulosis yang resistan terhadap berbagai obat. Sebelum memulai perawatan ini, dia menjalani suntikan menyakitkan setiap hari yang berpotensi menyebabkan efek samping yang serius; seperti gangguan pendengaran dan kerusakan ginjal. Irak, 2021. © MSF/CHLOE SHARROCK
“Kami sangat senang bahwa enam pasien MDR-TB kami di Irak telah sepenuhnya menyelesaikan pengobatan mereka dan sembuh. Dan hingga Agustus 2021, kami memiliki 93 pasien yang masih dirawat,” kata Hemant Pangtey, Penasihat Medis Proyek Doctors Without Borders di Baghdad yang mengawasi kohort pasien MDR-TB.
Doctors Without Borders mulai menerapkan rejimen obat baru ini untuk mengobati pasien MDR-TB di Irak pada tahun 2020, dalam kemitraan dengan Institut Tuberkulosis Nasional. Belakangan, obat tersebut secara resmi diakui sebagai rejimen pengobatan untuk semua pasien MDR-TB di negara tersebut. Saat ini, semua pasien baru yang didiagnosis dengan MDR-TB di negara tersebut diobati dengan rejimen oral baru, dengan hanya beberapa pengecualian berdasarkan persyaratan medis.
Ketika saya diberi tahu bahwa saya menderita TBC yang kebal terhadap berbagai obat, dokter di Institut Tuberkulosis Nasional memberi tahu saya tentang rejimen obat baru yang perlu diminum secara oral ini. Saya langsung setuju karena saya tidak ingin menjalani suntikan yang menyakitkan lagi setiap hari. Saya sudah menggunakan rejimen obat ini selama hampir 10 bulan dan saya baik-baik saja. Pil yang saya minum adalah berkah dibandingkan dengan suntikan.Ihsan, pasien MDR-TB patient
Ihsan, pasien MDR-TB, berpose bersama keluarganya. Sejak Februari 2021, Ihsan dinyatakan tidak menular, dan sejak itu ia tidak perlu lagi mengasingkan diri dari keluarganya. Irak, 2021. © MSF/CHLOE SHARROCK
Mengurangi penderitaan sehari-hari
Pasien dengan segala bentuk TBC menghadapi banyak tantangan dalam kehidupan pribadi mereka karena kondisi medis mereka. Pada fase awal penyakit, pasien menular dan harus mengisolasi diri untuk menghindari menulari orang lain, yang biasanya mempengaruhi kesehatan mental dan mata pencaharian mereka.
“Sebelum sakit, saya dulu bekerja sebagai porter, tapi karena sakit saya tidak bisa bekerja lagi. Kami tidak mampu membeli banyak barang,” kata Ibrahim Mohammed, ayah dari delapan anak dari pinggiran kota Sadr di Baghdad. Dia menderita MDR-TB dan saat ini dalam tahap menular. “Sebagian besar waktu, kami hanya mampu membeli makanan, dan terutama dari pekerjaan putra saya—dia juga seorang porter.”
Doctors Without Borders memberikan dukungan kepada pasien dengan MDR-TB untuk mengurangi beban keuangan pengobatan, dan untuk mendorong orang untuk menghadiri janji tindak lanjut mereka seperti yang disarankan oleh penyedia layanan kesehatan mereka. Ini termasuk memberikan tunjangan transportasi ke dan dari Institut Tuberkulosis Nasional, serta sembako bagi mereka yang, seperti Ibrahim, tidak dapat bekerja saat sakit. Tetapi tim kami memiliki tujuan untuk melangkah lebih jauh dalam proyek kami untuk pasien MDR-TB di Irak.
Tujuan saat ini adalah mendesentralisasikan perawatan sehingga orang tidak perlu pergi ke Baghdad untuk mendapatkan manfaat pengobatan. Sampai sekarang, pasien dari seluruh Irak harus datang ke sini untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan lanjutan. Kami ingin ini berubah. Mengatasi TBC itu sendiri sulit dan cukup menyakitkan. Menderita bentuk penyakit yang kebal terhadap banyak obat ini bahkan lebih rumit untuk diobati. Jadi, kami ingin membuat proses pengobatan lebih mudah bagi pasien dengan cara apa pun yang kami bisa, dan bersama dengan Institut Tuberkulosis Nasional, kami telah mengambil langkah besar ke arah ini.Hemant Pangtey, Penasihat Medis Proyek
Sejak Juni 2021, tim Doctors Without Borders telah bekerja sama dengan Institut Tuberkulosis Nasional dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) untuk memberikan pelatihan kepada penyedia layanan kesehatan di beberapa provinsi di Irak tentang deteksi dini, pengobatan, dan perawatan lanjutan MDR-TB. “Desentralisasi ini akan membantu pasien menghemat waktu dan uang, dengan memungkinkan mereka mengakses perawatan berkualitas lebih dekat ke rumah mereka,” tutup Pangtey. “Kami berharap semua langkah ini akan membantu meringankan penderitaan mereka dan memberikan kontribusi positif untuk pengobatan dan kehidupan sehari-hari mereka.”