Skip to main content

    Doctors Without Borders / Médecins Sans Frontières (MSF), atau yang dikenal sebagai Dokter Lintas Batas, memulai kegiatannya di Indonesia pada tahun 1995 sebagai respons terhadap kebutuhan medis pascagempa besar di Gunung Kerinci, Jambi, Sumatra Tengah. Hingga tahun 2009, MSF memberikan bantuan medis dalam situasi darurat dan bencana alam di berbagai provinsi di Indonesia. Selain itu, organisasi ini bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan untuk menjalankan proyek-proyek kesehatan yang berfokus pada penanggulangan HIV/AIDS dan tuberkulosis. 

    Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 2015, Dokter Lintas Batas (MSF) menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Kementerian Kesehatan untuk mendukung peningkatan kapasitas dalam layanan kesehatan remaja. Selama pandemi COVID-19, MSF bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dalam merespons krisis tersebut di Jakarta dan Banten, sekaligus memberikan dukungan dalam tanggap darurat terhadap bencana alam. 

    Pada tahun 2022, setelah berakhirnya proyek Kesehatan Remaja dan tanggap darurat COVID-19, MSF mengalihkan fokus kegiatannya ke penguatan kapasitas untuk kesiapsiagaan dan tanggap darurat bencana. Upaya ini diformalkan melalui penandatanganan MoU baru dengan Kementerian Kesehatan pada tahun 2024, memperkuat komitmen bersama dalam memperkuat sistem kesehatan nasional di Indonesia. 


    Linimasa: Dokter Lintas Batas/Médecins Sans Frontières (MSF) di Indonesia


    1995: MSF memulai operasinya di Indonesia pada tahun 1995 sebagai respons terhadap kebutuhan medis pascagempa besar di Gunung Kerinci, Jambi. Dari tahun 1995 hingga 2009, MSF memberikan bantuan medis dalam situasi darurat dan bencana alam di berbagai provinsi di Indonesia. Selain itu, MSF bermitra dengan Kementerian Kesehatan untuk menjalankan proyek-proyek penanggulangan HIV/AIDS dan tuberkulosis, memperkuat upaya kesehatan masyarakat di tingkat nasional. 

    2015: Pada tahun 2015, MSF kembali ke Indonesia untuk memberikan dukungan kemanusiaan, termasuk merespons kasus keracunan metanol dan berbagai bencana alam berskala kecil. Bekerja sama dengan Pusat Krisis Kementerian Kesehatan dan pemerintah daerah Aceh, MSF turut serta dalam upaya tanggap darurat, khususnya dalam penyediaan layanan kesehatan mental dan dukungan psikososial bagi pengungsi Rohingya yang terdampar di Laut Andaman.  

    2016: MSF merespons kebutuhan pascagempa di Aceh dengan melakukan intervensi pendidikan psikososial di empat kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya: Bandar Baru, Pante Raja, Meureudu, dan Tringgadeng. Upaya ini dilakukan bekerja sama dengan otoritas kesehatan setempat untuk mendukung pemulihan komunitas yang terdampak. 

    2017: MSF melaksanakan pelatihan Pertolongan Pertama Psikologis (PFA) bagi 32 tenaga kesehatan dari 11 Puskesmas di Kabupaten Pidie Jaya. Pelatihan ini disertifikasi oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan dilakukan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya sebagai bagian dari respons terhadap gempa yang melanda wilayah tersebut. 

    2018: MSF melaksanakan serangkaian pelatihan penting, termasuk pelatihan kesehatan reproduksi untuk guru dan siswa sekolah dasar di Kepulauan Seribu bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, serta pelatihan penanganan keracunan metanol di Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya. MSF juga memulai proyek kesehatan reproduksi remaja di Kecamatan Labuan dan Carita, Provinsi Banten. Sepanjang tahun, tim lokal merespons berbagai bencana alam, termasuk gempa bumi di Pulau Lombok pada Juli dan Agustus, serta bencana tiga kali lipat berupa gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi yang melanda Palu, Sulawesi Tengah, pada September. Pada Desember, letusan Gunung Anak Krakatau memicu tsunami yang menghantam pantai Selat Sunda, termasuk Kabupaten Pandeglang, tempat MSF menjalankan proyek kesehatan reproduksi remaja. Organisasi segera mengerahkan tim medis untuk memberikan bantuan kepada masyarakat terdampak. 

    2019: MSF melanjutkan proyek kesehatan remaja di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, serta mengerahkan tim medis keliling untuk memberikan layanan kesehatan kepada komunitas yang terdampak tsunami Selat Sunda pada Desember 2018. 

    2020: Proyek kesehatan remaja MSF di Provinsi Banten diperpanjang melalui MoU baru dengan Kementerian Kesehatan. Seiring dengan pandemi COVID-19, MSF bekerja sama dengan otoritas kesehatan setempat di Banten dan Jakarta untuk pelatihan tenaga kesehatan, promosi kesehatan, serta mendukung tim lokal dalam pelacakan kontak, pengawasan, dan pencegahan serta pengendalian infeksi. Elemen baru dalam MoU yang akan datang juga mencakup dukungan kepada Pusat Krisis Kementerian Kesehatan dalam peningkatan kapasitas kesiapsiagaan dan tanggap darurat. 

    2021: MSF melanjutkan proyek kesehatan remaja di Provinsi Banten dan respons terhadap pandemi COVID-19 di Banten dan Jakarta. Tim di Indonesia juga merespons dua bencana alam tahun ini, bekerja sama dengan Pusat Krisis Kementerian Kesehatan, yaitu gempa bumi di Mamuju dan Majene, Sulawesi Barat, serta letusan Gunung Semeru di Jawa Timur. 

    2022: Pada akhir tahun 2022, setelah empat tahun berjalan, MSF menutup proyek kesehatan remaja di DK Jakarta dan Banten, dengan komunitas setempat mengambil alih tanggung jawab untuk melanjutkan kegiatan tersebut. Sebagai bagian dari upaya baru, MSF meluncurkan proyek Emergency Hub (E-Hub). 

    Proyek Emergency Hub (E-Hub) 

    Proyek E-Hub, atau Capacity Building Hub for Emergency Preparedness and Response, bertujuan untuk menyediakan peluang pendidikan bagi para profesional dalam penanggulangan krisis kesehatan dan bencana. Inisiatif ini fokus pada penguatan ketahanan komunitas, kesiapsiagaan, dan kemampuan para penanggulangan darurat, sehingga mereka dapat menangani situasi krisis dengan lebih efektif dan profesional di Indonesia. 

    Saat ini, MSF aktif terlibat dalam lima domain spesifik yang diidentifikasi bersama Kementerian Kesehatan. Domain-domain ini berfokus pada area di mana MSF dapat berbagi keahlian institusionalnya dalam situasi darurat: 

    • Darurat Medis, termasuk pembentukan Tim Medis Darurat (EMT), manajemen insiden korban massal, dan manajemen wabah. 
    • Dukungan Kesehatan Mental dan Psikososial (MHPSS) dalam konteks darurat, serta konseling non-spesialis untuk populasi yang terdampak. 
    • Manajemen Data dan Sistem Informasi Geografis (GIS), dengan keterampilan dasar dan menengah. 
    • Kesehatan Lingkungan, yang fokus pada kebersihan air dan sanitasi, serta pengelolaan limbah untuk fasilitas kesehatan. 
    • Logistik Kesehatan, untuk mendukung kesiapsiagaan dan respons krisis kesehatan yang efektif. 

    Sasaran audiens untuk program pelatihan ini meliputi petugas penanggulangan darurat dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten, Puskesmas, Rumah Sakit Umum, universitas, LSM lokal, serta lembaga terkait lainnya yang terlibat dalam kesiapsiagaan dan tanggap darurat di provinsi Jakarta, Banten, dan Aceh. Selain itu, program ini juga menyasar staf Kementerian Kesehatan, termasuk staf dan peers MSF, serta aktor kemanusiaan lainnya. 

    Pada tahun 2024, tim E-Hub berhasil menyelenggarakan 24 sesi pelatihan, termasuk program Pelatihan Pelatih (ToT), yang melatih total 578 peserta hingga akhir tahun.