Skip to main content

    Dokter Lintas Batas/Médecins Sans Frontières (MSF) mulai bekerja di Indonesia pada tahun 1995 merespons kebutuhan kesehatan setelah gempa bumi dahsyat di Gunung Kerinci, Jambi di Sumatera Tengah. Sejak 1995 hingga 2009, organisasi ini memberikan bantuan kesehatan saat terjadi kedaruratan dan bencana alam di berbagai provinsi di Indonesia dan bekerja sama dengan Kemenkes menjalankan proyek-proyek yang berfokus pada HIV/AIDS dan tuberkulosis.  

    Pada 2015, Dokter Lintas Batas/Médecins Sans Frontières (MSF) kembali ke Indonesia sesuai Nota Kesepahaman dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berfokus pada peningkatan kapasitas kesehatan remaja. Ketika pandemi COVID-19, MSF bergabung dengan Kemenkes dalam memerangi COVID-19 berfokus pada wilayah tertentu di Jakarta dan Banten. Artinya saat ini, organisasi tetap berada di dalam negeri untuk berbagai kegiatan dalam mendukung Kemenkes di berbagai bidang seperti peningkatan kapasitas, fasilitasi pelatihan, edukasi kesehatan, penyediaan layanan kesehatan remaja, kesiapsiagaan dan tanggap darurat, penanggulangan COVID-19 dll. Di Indonesia organisasi ini disebut juga dengan Dokter Lintas Batas.


    Linimasa: Dokter Lintas Batas/Médecins Sans Frontières (MSF) di Indonesia


    1995: Dokter Lintas Batas/Médecins Sans Frontières (MSF) mulai beroperasi di Indonesia karena kami merespons kebutuhan menyusul gempa bumi besar di Gunung Kerinci, Jambi. Sejak 1995 hingga 2009, organisasi ini memberikan bantuan kesehatan saat terjadi kedaruratan dan bencana alam di berbagai provinsi di Indonesia dan bekerja sama dengan Kemenkes menjalankan proyek-proyek yang berfokus pada HIV/AIDS dan tuberkulosis.  


    2015: Hingga 2015, MSF kembali hadir untuk mendukung pengungsi dan masalah keracunan metanol serta bencana alam skala kecil lainnya. Kemudian MSF bekerja sama dengan Pusat Krisis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan pemerintah daerah Aceh dalam tanggap darurat dan bantuan penyediaan kegiatan kesehatan mental dan psikososial bagi pengungsi Rohingya yang terdampar di Laut Andaman. 


    2016: Dokter Lintas Batas/Médecins Sans Frontières (MSF) merespons kebutuhan pasca gempa bumi di Aceh; dan memberikan intervensi edukasi psikososial di empat kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya, Bandar Baru, Pante Raja, Meuredu, serta Tringgading bekerja sama dengan otoritas kesehatan setempat. 


    2017: Menyelenggarakan Pelatihan Pertolongan Pertama Psikologis (Psychological First Aid/ PFA) untuk 32 tenaga kesehatan dan 11 Puskesmas yang disertifikasi oleh Kemenkes RI bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya sebagai bagian dari tanggap bencana gempa Pidie Jaya. 


    2018: Menyelenggarakan serangkaian pelatihan: 1) Pelatihan Kesehatan Reproduksi untuk guru dan siswa SD di Kepulauan Seribu bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, dan 2) pelatihan Keracunan Metanol di tiga kota: Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya. Tahun ini, Dokter Lintas Batas/Médecins Sans Frontières (MSF) juga memulai proyek kesehatan reproduksi remaja di Kecamatan Labuan & Carita, Provinsi Banten. Sementara itu, tim lokal merespons gempa bumi yang melanda Pulau Lombok pada Juli dan Agustus, serta tiga bencana lain yaitu gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi yang melanda Palu, Sulawesi Tengah pada September lalu. Pada bulan Desember, menyusul letusan Gunung Krakatau, tsunami melanda pesisir Selat Sunda. Kabupaten Pandeglang, wilayah tempat Dokter Lintas Batas/Médecins Sans Frontières (MSF) menjalankan proyek kesehatan reproduksi remajanya, juga terdampak parah. Organisasi segera mengerahkan tim respons kesehatan bagi mereka yang terdampak bencana.  


    2019: Dokter Lintas Batas/Médecins Sans Frontières (MSF) melanjutkan proyek kesehatan remaja di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Organisasi ini juga mengerahkan tim kesehatan keliling di komunitas terdampak tsunami Selat Sunda yang terjadi pada Desember 2018. 


    2020: Proyek kesehatan remaja Dokter Lintas Batas/Médecins Sans Frontières (MSF) di provinsi Banten akan diperpanjang dalam nota kesepakatan baru dengan Kementerian Kesehatan. Dengan pandemi COVID-19, organisasi bekerja sama dengan otoritas kesehatan setempat di Banten dan Jakarta melakukan pelatihan petugas kesehatan, promosi kesehatan, serta mendukung tim setempat dalam pelacakan dan pengawasan kontak, serta pencegahan dan pengendalian infeksi. Unsur baru dalam nota kesepakatan berikutnya juga akan mendukung Pusat Krisis Kemenkes dalam peningkatan kapasitas kesiapsiagaan dan tanggap darurat. 

     

    Proyek Kesehatan Remaja di Indonesia 


    Dokter Lintas Batas/Médecins Sans Frontières (MSF) saat ini menjalankan Proyek Kesehatan Remaja di Indonesia, berfokus pada penyediaan edukasi kesehatan reproduksi untuk anak-anak sekolah dan para guru, bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan. MSF dilibatkan dalam strategi koordinasi untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan reproduksi tertutup yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus kaum muda dan remaja. 


    Di Banten, proyek ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang pilihan perawatan kesehatan di kalangan kaum muda, serta meningkatkan kualitas layanan yang tersedia. Termasuk juga mendorong fasilitas kesehatan setempat untuk meningkatkan pelayanannya seperti mendirikan Layanan Kesehatan Ramah Remaja (Adolescent Friendly Health Services/AFHS). 


    Cerita dari lapangan 


    MSF Indonesia: Bekerja sama dengan sekolah percontohan dan fasilitas kesehatan dalam promosi kesehatan remaja 


    Dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran kesehatan dan meningkatkan akses ke perawatan kesehatan kaum muda Indonesia, Dokter Lintas Batas/Médecins Sans Frontières (MSF) memulai program promosi dan edukasi kesehatan remaja untuk sekolah-sekolah percontohan di Provinsi Banten. Program berbasis sekolah ini saat ini berjalan di lima sekolah menengah pertama di Labuan dan Carita. Ini adalah komponen dari proyek kesehatan remaja MSF yang lebih luas dan mengaktifkan kembali program promosi kesehatan yang sudah ada dari pemerintah Indonesia bagi kaum dewasa muda, yang telah ada sejak tahun 1950-an. MSF saat ini mendukung dalam menjalankan program promosi kesehatan remaja ini, termasuk inisiatif pemekaan edukasi kesehatan, bekerja sama dengan sekolah setempat dan fasilitas kesehatan umum.


    Ai. Uniati, Kepala Sekolah SMP N 1 Carita, menceritakan bahwa dengan diperkenalkannya program kesehatan remaja MSF di sekolahnya, ia melihat para siswa menjadi lebih sadar akan kesehatannya dan terbiasa bertemu dengan tenaga kesehatan. 


    “Sebelumnya, siswa lebih suka pulang karena tidak ada ruang khusus untuk promosi kesehatan di sekolah. Kami biarkan saja. Siswa juga takut untuk memeriksakan kesehatannya karena mengira akan disuntik. Tetapi dengan program kesehatan sekolah remaja MSF, para siswa sekarang memiliki tempat untuk mengetahui lebih banyak tentang kesehatan mereka dan siapa yang harus didatangi. Kami juga mencatat kondisi kesehatan siswa dan merujuknya jika gejalanya parah,” kata Risna Eliasari, guru dan koordinator program kesehatan SMP N 1 Carita. 

    After the reactivation of the adolescent school health programme in junior high school SMP N 1 Carita, the students now know where to go if they have any health concerns. ©Eka Nickmatulhuda

    Setelah program kesehatan sekolah remaja di SMP N 1 Carita diaktifkan kembali, para siswa sekarang tahu kemana harus pergi jika memiliki masalah kesehatan. © Eka Nickmatulhuda

    Pada 2017, hampir sepertiga penduduk Indonesia atau lebih dari 65 juta adalah kaum muda, berusia 10 hingga 24 tahun. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, kelompok ini sangat rentan, dan menghadapi kendala dalam hal akses serta penggunaan layanan kesehatan, termasuk kendala sosial.  


    Dampak signifikan 


    Hingga saat ini, proyek kesehatan remaja MSF di Provinsi Banten telah menjangkau 2.656 remaja yang bisa mendapat edukasi kesehatan; mendukung 5.349 konsultasi perawatan kesehatan remaja di dua fasilitas kesehatan; dan melakukan 62 sesi konseling. Promosi kesehatan remaja dan program pendidikan di sekolah telah memberikan kontribusi yang besar dalam mendorong kaum muda Indonesia di Labuan dan Carita untuk lebih sadar akan kebutuhan kesehatan mereka dan bagaimana mengakses layanan kesehatan. 


    “Adanya dukungan MSF, khususnya pada kesehatan remaja sangatlah membantu,” kata Endang Yuningsih, Koordinator Program PKPR di Puskesmas Labuan. Menurutnya, jumlah remaja yang saat ini berkunjung ke Puskesmas mengalami peningkatan. 


    Selain itu, program ini juga menghasilkan perubahan perilaku yang positif. Baihaki, kepala sekolah SMP N 1 Labuan menuturkan, saat pertama kali datang, sekolah itu sangat kotor, sampah berserakan di sekitar kampus. Program promosi kesehatan remaja MSF mencakup fokus pada lingkungan yang bersih untuk mencegah penyebaran penyakit. 


    Dengan intervensi guru dan MSF, siswa menjadi lebih sadar akan lingkungannya. Sekarang ada tim pelaksana kesehatan sekolah yang sangat aktif, terdiri dari 11 siswa yang memastikan bahwa kampus bersih. Ada pula kebijakan sekolah dimana siswa harus membawa peralatan makan sendiri supaya tidak harus membeli makanan dengan kemasan yang tidak perlu. Mereka juga menyerahkan setidaknya satu sampah sebagai tiket untuk melewati gerbang sekolah. Semua ini bukan hanya menghasilkan kampus yang bersih tetapi juga peningkatan kebersihan diri para siswa. 

    Caption: Mahesa S.P. is presenting the result of his group discussion after they watched a short movie about early age marriage. Mahesa and his other 10 friends are members of the school health implementation team of junior high school SMP N 1 in Labuan. They receive health education from MSF community health promoters so that they can pass health messages to their peers. ©Eka Nickmatulhuda

    Mahesa S.P. sedang mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya setelah mereka menonton film pendek tentang pernikahan dini. Mahesa dan 10 temannya lainnya adalah anggota tim pelaksana kesehatan sekolah SMP N 1 Labuan. Mereka mendapatkan edukasi kesehatan dari promotor kesehatan masyarakat MSF sehingga mereka dapat menyampaikan pesan kesehatan kepada teman sebayanya. © Eka Nickmatulhuda

    Program promosi kesehatan yang berkelanjutan 


    Untuk memastikan keberhasilan program yang berkelanjutan, MSF bekerja sama dengan staf Puskesmas memberikan petunjuk, pelatihan, dan pembinaan kepada para guru dan kader. Program ini juga diawasi oleh pemerintah daerah. 


    Sementara, tim pelaksana kesehatan sekolah terdiri dari perwakilan OSIS dan anggota perhimpunan Palang Merah Indonesia, guru dan orang tua sebagai pengurus, dengan kepala sekolah sebagai ketuanya, serta camat dan kepala puskesmas sebagai penasihat. Kolaborasi antarpemangku kepentingan ini ditetapkan dalam surat keputusan. 


    “Surat Keputusan ini membuat semua pihak, mulai dari tingkat sekolah hingga tingkat administrasi kecamatan, merasa memiliki program tersebut. Setiap orang sadar akan fungsinya, dan bekerja sama untuk menjalankan dan mengurus program ini,” kata Baihaki. 


    Melihat keberhasilan program tersebut, Puskesmas kini berupaya mereplikasi model MSF dalam promosi kesehatan remaja di sekolah-sekolah. Menurut Abdurrachman Fauzi, koordinator kesehatan sekolah dari Puskesmas Labuan, saat ini mereka sedang mengerjakan revitalisasi dan mendampingi 33 program kesehatan sekolah di SD Labuan. 


    Sementara itu, di Jakarta, Dokter Lintas Batas/Médecins Sans Frontières (MSF) bekerja sama dengan otoritas kesehatan setempat mendorong perilaku kunjungan kesehatan, terutama di kalangan kaum muda di desa nelayan dan kota-kota wilayah tertentu di Jakarta. 

     

    Respons Bencana 


    Ketika terjadi gempa bumi besar, banjir, tsunami, dan kedaruratan lainnya, Dokter Lintas Batas/ Médecins Sans Frontières (MSF) membantu Pusat Krisis Kemenkes dalam penilaian kesehatan awal, memberikan pertolongan pertama dan dukungan psikologis termasuk pelatihan, menyumbangkan perlengkapan kebersihan, dll. 


    Gempa bumi dan tsunami merupakan bencana endemik di Indonesia: likuefaksi, suatu fenomena dimana tanah kehilangan kekuatan atau kepadatannya dan berubah menjadi lumpur, serta tanah longsor menyebabkan kerusakan yang signifikan dan korban jiwa di daerah yang terdampak bencana. Ketika ini terjadi, akses cepat ke perawatan kesehatan sangatlah penting. Dokter Lintas Batas/Médecins Sans Frontières (MSF) menyediakan perawatan kesehatan dan perawatan mental bagi komunitas yang terdampak bencana untuk menyelamatkan jiwa. 

    MSF team is in one of the remote villages in Mamuju District, West Sulawesi, after an earthquake hit Majene on 14 January 2021. At least 77 people died, more than 820 people were injured and about 15,000 fled their homes after the magnitude 6.2 quake. Some sought refuge in the mountains, others went to cramped evacuation centres. ©Tommy Onsent/MSF

    Tim MSF berada di salah satu desa terpencil di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, setelah gempa bumi melanda Majene pada 14 Januari 2021. Sedikitnya 77 orang tewas, lebih dari 820 orang terluka dan sekitar 15.000 meninggalkan rumah mereka setelah gempa berkekuatan 6.2. Beberapa mencari perlindungan di pegunungan, sementara lainnya pergi ke pusat evakuasi yang sempit. © Tommy Onsent/MSF

    Tim kami terdiri dari berbagai spesialis seperti dokter kesehatan, perawat, bidan, psikolog, ahli logistik, spesialis air dan sanitasi, dan banyak lagi. Tergantung pada jenis dan dampak bencana, tim tanggap bencana bisa kecil atau sangat besar yang kemudian akan memberikan berbagai bantuan berdasarkan situasi tertentu di daerah terdampak bencana.


    Prioritas tim adalah memberikan bantuan kepada puskesmas di daerah terpencil dan sulit dijangkau untuk memastikan tersedianya pelayanan kesehatan utama dan pencegahan epidemi seperti diare, penyakit kulit, dan campak. 

    Due to the local Puskesmas (community health clinic) building which was damaged by the earthquake, people were unable to access health services as usual. MSF colleagues worked together with the local Health Office to carry out care services at one IDPs camp, South Dolo Subdistrict, Sigi District in South Sulawesi.

    Akibat gedung Puskesmas setempat yang rusak akibat gempa, masyarakat tidak dapat mengakses layanan kesehatan seperti biasa. Rekan MSF bekerja sama dengan Dinas Kesehatan setempat melaksanakan pelayanan perawatan di salah satu kamp pengungsian, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi di Sulawesi Selatan. © Sri Harjanti Wahyuningsih/MSF 

    Respons COVID-19 


    Pada Maret 2020, Pemerintah Indonesia menyatakan COVID-19 sebagai darurat kesehatan masyarakat nasional. Dokter Lintas Batas/Médecins Sans Frontières (MSF) harus memfokuskan kembali beberapa elemen dalam proyek Kesehatan Remajanya di Banten untuk meluangkan kapasitas agar juga fokus dalam mendukung persiapan fasilitas kesehatan setempat menghadapi pandemi, termasuk menyiapkan protokol kesehatan untuk COVID-19 dan menyediakan materi edukasi di fasilitas tersebut.


    Fokus di Banten adalah penguatan koordinasi penanggulangan COVID-19 di tingkat satgas kecamatan, 19 satgas desa dan puskesmas; meningkatkan peran sektoral (pendidikan, agama, kawasan wisata) dan berbagai komunitas dalam penanggulangan COVID-19; pendampingan teknis serta peningkatan kapasitas lainnya kepada kader kesehatan dan kelompok remaja untuk penyuluhan kesadaran kepada masyarakat; pemberian langsung kegiatan penyuluhan COVID-19 ke berbagai kelompok masyarakat, baik secara tatap muka maupun melalui media digital; mendukung mitigasi kasus COVID-19; layanan konseling dan edukasi psikososial bagi pasien COVID-19 dan keluarga serta pengembangan rencana MHPSS dalam penanggulangan COVID-19 di Kecamatan Labuan dan Carita, Kabupaten Pandeglang.


    Di Jakarta, Dokter Lintas Batas/Médecins Sans Frontières (MSF) melakukan pelatihan tentang COVID-19 bagi kader kesehatan yang meliputi promosi kesehatan, pemantauan, pendampingan, dan tindak lanjut. Kami juga memberikan dukungan kesehatan mental dan psikososial (MHPSS). 

     

    Cerita tentang Penanggulangan COVID-19 


    Indonesia: Memerangi COVID-19 dengan edukasi dan pemberdayaan 


    Pada Juni 2020, kekhawatiran besar-besaran mulai menyebar ke seluruh masyarakat Indonesia ketika kasus COVID-19 mulai dilaporkan oleh otoritas kesehatan. Rumor, mitos, dan berita palsu bertebaran. Tokoh masyarakat dan pejabat dibombardir pertanyaan dari anggota masyarakat yang menuntut fakta jelas tentang COVID-19. 


    “Kami menerima banyak informasi,” kata Muchtar Lutfi, Ketua RW 5 Kelurahan Kalibata di Jakarta Selatan. “Beberapa akurat, beberapa bisa didefinisikan sebagai berita palsu. Sangat sulit untuk disaring dan warga menjadi sangat bingung." 


    Terlalu banyak informasi yang datang dari berbagai sumber - media sosial, grup obrolan, dan laporan berita di TV, radio, serta media cetak. Situasi semakin memanas ketika Kelurahan Kalibata, di Kecamatan Pancoran, dinyatakan sebagai zona merah COVID-19.  


    “Saat itu, warga marah dan memprotes. Mereka ingin tahu alasan diminta untuk tinggal di rumah. Saya tidak tahu harus menjawab apa selain mengatakan bahwa pemerintah meminta begitu,” kata Halimah, anggota satuan tugas COVID-19 masyarakat. 


    Edukasi, pelatihan dan pemberdayaan dengan MSF 


    Satu tim MSF mengkaji situasi di kelurahan Kalibata. Tim menemukan bahwa kebingungan dan ketakutan merebak di Jakarta Selatan dan sulit bagi kebanyakan orang untuk menemukan sumber informasi COVID-19 yang terpercaya. 


    “Kami menemukan bahwa pusat kesehatan setempat, atau puskesmas, sangat menginginkan dukungan kami,” kata dr. Dirna Mayasari, wakil koordinator kesehatan MSF di Indonesia. “Kami perlu membantu mereka menemukan cara untuk mengedukasi dan memberi informasi pada masyarakat secara cepat dan dalam skala besar. Ketakutan bisa sama bahayanya dengan COVID-19.” 


    Puskesmas mengundang tokoh masyarakat, tokoh agama dan mereka yang dilatih untuk melatih orang lain agar menyuarakan keprihatinan mereka dalam pertemuan dengan MSF. 


    “Masyarakat perlu saran yang jelas tentang cara melindungi diri mereka dari COVID-19.  Tapi mereka juga ingin berpendapat. Semua informasi yang mereka peroleh hanyalah komunikasi satu arah,” kata Dirna Mayasari. “Orang-orang menginginkan kesempatan untuk bertanya, menyampaikan kekhawatiran mereka dan mengklarifikasi cara terbaik untuk mencegah virus baru ini. Mereka juga ingin berbagi cara menyebarkan informasi dalam komunitas mereka.” Oleh karena itu, MSF memutuskan untuk mendekatkan informasi dan mulai melakukan pelatihan tatap muka bagi kepala rumah tangga yang ada di RW 5. 

    In the training venue, the MSF team prepared visual materials including the poster of COVID-19 meeting regulations on the door of the venue. During the introduction, the facilitators reminded participants of these regulations and encouraged them to comply with the measures. ©Cici Riesmasari/MSF

    Di tempat pelatihan, tim MSF menyiapkan materi visual termasuk poster peraturan pertemuan COVID-19 di pintu tempat berlangsungnya kegiatan. Saat perkenalan, fasilitator mengingatkan peserta tentang peraturan tersebut dan menganjurkan mereka mematuhinya. © Cici Riesmasari/MSF

    MSF mengawalinya dengan melatih perwakilan dari 10 rumah tangga di RW 5. Sesi pelatihan diikuti oleh 10 orang dan berlangsung selama dua jam. Mereka kemudian memperluas pelatihan untuk mencakup lingkungan lain di wilayah tersebut. Dari Juni hingga Juli, MSF telah menjangkau lebih dari 150 orang. 


    “Kami percaya bahwa pemberdayaan masyarakat adalah kunci dalam merespon pandemi ini. Kalau masyarakat kita tetap sehat, mereka tidak perlu ke fasilitas kesehatan,” kata Dirna.


    Sesi ini bersifat interaktif - mendorong diskusi, menggunakan visual dan permainan peran. “Ruang belajarnya aman,” kata Halimah. “Sangat menyenangkan belajar dengan flash card, dan para dokter serta staf kesehatan lainnya menyampaikan informasi dengan cara sederhana.  Sekarang, kami tahu bagaimana virus menyebar, apa yang harus dilakukan jika ada kasus positif COVID-19, dan langkah-langkah yang dapat kami lakukan untuk melindungi diri sendiri. Sekarang orang-orang mulai keluar karena pembatasan gerakan dilonggarkan, kami melihat kebanyakan memakai masker, dan mereka berusaha menjaga jarak satu sama lain.”  

    One of the participants trying to figure out the correct flow of the flash cards on COVID-19 virus spread. The COVID-19 training was conducted by the MSF medical team and was attended by the adolescents in Kalibata Sub-district, Kalibata Village in South Jakarta, Indonesia. ©Sania Elizabeth/MSF

    Salah satu peserta mencoba menemukan alur yang benar pada ‘flash card’ penyebaran virus COVID-19. Pelatihan COVID-19 dilakukan oleh tim kesehatan MSF dan dihadiri oleh para remaja di Kecamatan Kalibata, Kelurahan Kalibata, di Jakarta Selatan. © Sania Elizabeth/MSF 

    Mengatasi stigma COVID-19 


    Sesi edukasi kesehatan MSF menekankan bahwa menstigma orang yang terinfeksi COVID-19 memperburuk keadaan, misalnya menyebabkan orang menolak melakukan tes COVID-19 gratis yang disediakan oleh puskesmas. 


    Namun, sejak pelatihan yang didukung MSF dan sesi berbagi informasi dilakukan, para pemuka masyarakat melihat lebih sedikit stigma di lingkungan mereka terhadap orang yang terkena virus. Halimah juga melihat perbedaannya, “Saya bisa merasakan ada perubahan perilaku di masyarakat kami. Dengan pengetahuan baru kami tentang COVID-19, orang-orang tidak terlalu takut terhadap penyakit ini, mereka mematuhi langkah keamanan, dan tidak lagi menstigma orang-orang yang jatuh sakit.”  


    Setelah beberapa sesi pelatihan MSF, seorang petugas dari puskesmas menginformasikan kepada MSF bahwa jumlah orang yang dites terus meningkat.