Skip to main content
    In the context of the Ebola outbreak in Uganda, MSF has set up a 36 beds Ebola treatment unit at the Mubende hospital. © Augustin Westphal/MSF

    Ebola di Uganda

    Empat hal yang perlu diketahui tentang Ebola dan respons kami di negara ini

    Doctors Without Borders bekerja untuk menanggapi kesenjangan dan kebutuhan di Uganda.

    Sejak deklarasi wabah Ebola di Uganda pada 20 September (dan pada 2 Oktober 2022), Kementerian Kesehatan Uganda telah mengonfirmasi 43 kasus Ebola dan melaporkan 29 kematian (sembilan kematian yang dikonfirmasi akibat penyakit Ebola dan 20 kasus probable atau suspek). Doctors Without Borders / Médecins Sans Frontières (MSF) bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dalam upaya tanggap darurat awal untuk membantu mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut.

     

    Kabar terbaru

    Ebola: Promosi kesehatan adalah kuncinya
    Ebola: Promosi kesehatan adalah kuncinya
    Doctors without Borders / Médecins Sans Frontières (MSF) memulai misi darurat Ebola di Uganda, setelah wabah diumumkan pada 20 September. Tim tersebut...
    Bagaimana cara bekerja di Pusat Perawatan Ebola di Uganda? Wawancara dengan Ruggero Giuliani, dokter Italia
    Bagaimana cara bekerja di Pusat Perawatan Ebola di Uganda? Wawancara dengan Ruggero Giuliani, dokter Italia
    Ruggero Giuliani adalah seorang dokter Italia yang bekerja dengan Doctors Without Borders / Médecins Sans Frontières (MSF) di Pusat Perawatan Ebola di...
    Uganda: Doctors Without Borders respons wabah Ebola
    Uganda: Doctors Without Borders respons wabah Ebola
    Segera setelah deklarasi wabah Ebola di Uganda, yang diikuti dengan deteksi orang yang terinfeksi di negara itu, Kementerian Kesehatan meminta Doctors...

    Doctors Without Borders telah menangani berbagai wabah Ebola selama dekade terakhir, termasuk di Afrika Barat (Guinea, Liberia, Sierra Leone) selama 2014-16 dan Republik Demokratik Kongo (DRC) selama 2018-2020. Epidemi tersebut disebabkan oleh virus Ebola dari strain Zaire, dan kemudian diikuti dengan kemajuan sains, termasuk adanya dua vaksin yang disahkan serta pengobatan antibodi untuk penyakit Ebola. Wabah di Uganda saat ini disebabkan oleh varian virus yang relatif langka yang dikenal sebagai strain Sudan, yang menimbulkan sejumlah tantangan medis dan operasional bagi tim di lapangan. Mengatasi penyebaran penyakit virus Ebola membutuhkan pengembangan yang cepat untuk melakukan deteksi efektif dan solusi-solusi pengobatan di negara yang relatif baru bebas dari epidemi selama dekade terakhir.

    Berikut empat hal yang perlu Anda ketahui tentangnya.

    1
    2
    3
    4

    Apakah ada vaksin yang tersedia untuk mengatasi epidemi ini?

    Tidak ada vaksin untuk virus strain Sudan, yang merupakan penyebab utama atas wabah di Uganda. Saat ini, diskusi sedang berlangsung di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk menentukan kandidat vaksin mana yang dapat digunakan dalam uji klinis baru dengan tujuan agar berpotensi mendapatkan lisensi untuk digunakan. Dengan tidak adanya vaksin yang saat ini terbukti efektif, maka sebagian besar respons standar perlu dipikirkan kembali.

    Vaksin rVSV yang diproduksi oleh Merck, dilisensikan untuk virus Ebola strain Zaire. Dalam epidemi yang terkait dengan strain ini, vaksin rVsV dapat digunakan untuk membatasi penyebaran penyakit sebagai bagian dari strategi vaksinasi "sabuk" (belt vaccination), yakni memvaksinasi orang yang telah melakukan kontak dengan orang yang sakit, kemudian orang-orang yang telah melakukan kontak dengan orang-orang ini, dan para pengasuh pasien. Vaksin kedua yang diproduksi oleh Johnson & Johnson, dapat digunakan selama epidemi untuk melindungi orang yang berisiko terpapar virus Ebola, dan juga dapat digunakan sebagai tindakan pencegahan sebelum epidemi diumumkan bagi orang-orang yang berada di garis depan respons atau mereka yang tinggal di daerah yang belum terkena epidemi.

    Dengan wabah Ebola saat ini di Uganda, semua organisasi kesehatan yang terlibat dalam respons harus melakukan respons tanpa perangkat vaksin ini sampai uji coba telah dilakukan dan vaksin yang efektif telah ditemukan. Seperti halnya uji klinis yang dilakukan untuk vaksin Johnson & Johnson terhadap strain Zaire di DRC pada tahun 2019, Doctors Without Borders siap membantu dalam penelitian ini.

    Apakah ada pengobatan medis yang tersedia untuk strain Ebola di Sudan?

    Uji klinis yang dilakukan di DRC selama 2018-2019 telah mengidentifikasi pengobatan berdasarkan penggunaan antibodi monoklonal, yang spesifik untuk strain virus, yaitu Mab114 dan regn-eb3. Hal ini memungkinkan peluang pasien untuk bertahan hidup dapat meningkat signifikan.

    Namun, antibodi ini tidak efektif melawan jenis penyakit Ebola strain Sudan. Dengan tidak adanya perangkat antibodi yang dibutuhkan ini, maka pengobatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peluang pasien untuk bertahan hidup adalah termasuk mengelola gejala penyakit dan memberikan perawatan intensif (termasuk mengkompensasi kehilangan cairan, memasok oksigen, pemantauan darah dan parameter jantung dll).

    Seperti dalam semua epidemi Ebola, mencegah dan membatasi penularan infeksi di sarana pelayanan kesehatan sangatlah penting.

     “Perlindungan terhadap petugas kesehatan di garis depan merupakan perhatian utama Doctors Without Borders,” ujar Dr Guyguy Manangama, wakil kepala program darurat Doctors Without Borders. “Kita perlu melindungi petugas kesehatan untuk memastikan kelangsungan sistem kesehatan dengan melatih mereka dalam pencegahan infeksi dan standar pengendalian, serta dengan menyediakan peralatan pelindung bagi mereka."

    Sejak wabah diumumkan, pihak berwenang Uganda telah mengonfirmasi kematian dua petugas kesehatan yang terdiri dari seorang dokter dan seorang bidan.

    Fasilitas pengobatan Ebola seperti apa yang tersedia di Uganda?

    Selama wabah Ebola, respons medis penting untuk dilakukan dekat dengan masyarakat yang terdampak. "Kami tahu bahwa semakin dini pasien menerima perawatan medis, semakin besar peluang mereka untuk bertahan hidup," kata Dr Guyguy Manangama. "Karena gejala awal Ebola tidak khas, mirip dengan malaria atau virus demam lainnya seperti tipus, masalah utamanya adalah akses cepat ke informasi, diagnosis, dan perawatan. Dalam wabah Ebola, terlalu banyak orang yang  tiba di pusat pelayanan kesehatan sudah dengan kondisi stadium lanjut atau bahkan telah meninggal di rumah, yang menginfeksi orang lain dalam prosesnya. Inilah yang perlu kita hindari."

    Doctors Without Borders merekomendasikan untuk mendirikan pusat-pusat pelayanan kesehatan kecil atau unit isolasi di mana pasien dapat menerima pertolongan pertama sedekat mungkin dengan tempat tinggal mereka. Sementara itu, pusat rujukan yang lebih besar dapat memberikan perawatan yang lebih luas untuk pasien dengan penyakit stadium lanjut.

    Dalam kejadian wabah sebelumnya, pasien sering dibawa langsung ke pusat penanganan kasus besar di luar komunitas mereka, yang mana dalam banyak kasus, hal ini menyebabkan desas-desus beredar di masyarakat, pertentangan terhadap petugas kesehatan dan penolakan terhadap respons medis.

    Doctors Without Borders berencana untuk mendukung respons di Uganda dengan mendirikan pusat-pusat pelayanan kesehatan kecil di sub-distrik yang terkena dampak seperti Madudu (pusat wabah yang terletak 20 km dari ibu kota distrik Mubende), dan mendirikan unit isolasi yang lebih besar dengan 36 tempat tidur, termasuk kapasitas perawatan intensif untuk pasien suspek dan konfirmasi di Mubende.

    Tim Doctors Without Borders juga berencana bekerja sama dengan banyak rumah sakit untuk memungkinkan rumah sakit tersebut dapat menjadi pusat rujukan bagi petugas kesehatan yang terinfeksi penyakit virus Ebola.

    Apa yang perlu diketahui tentang penyebaran epidemi?

    Untuk mengendalikan wabah Ebola, penting untuk melakukan deteksi cepat orang yang terinfeksi dan mengidentifikasi kontak mereka yang mungkin telah keluar jauh dari pusat wabah. Dalam wabah saat ini, kasus – kasus telah dikonfirmasi di lima distrik di Uganda, sehingga pasien dan kontaknya perlu diidentifikasi dan ditindaklanjuti di wilayah yang relatif luas.

    Meskipun wabah secara resmi telah diumumkan pada 20 September, sejumlah kematian yang diduga berpotensi terkait dengan penyakit virus Ebola tercatat sejak awal Agustus di wilayah yang terkena dampak. Seperti yang sering terjadi pada kasus awal wabah Ebola, penemuan kasus dan pelacakan kontak kerap berjalan lambat dibandingkan cepatnya penyebaran epidemi. Untuk itu, sangat penting untuk merekonstruksi tahap awal epidemi seakurat mungkin untuk dapat menyaring orang yang terkena penyakit virus Ebola dan memberikan perawatan medis di lokasi yang tepat.

    Untuk mengatasi wabah secara efektif, penting juga bagi orang-orang di daerah terdampak memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang penyakit virus Ebola, serta kooperatif dan terlibat dalam melakukan respons. Kegiatan surveilans berbasis masyarakat dan pelacakan kontak diperlukan untuk mengidentifikasi dengan cepat orang yang berpotensi terinfeksi. Ketika teridentifikasi, mereka dan keluarga mereka perlu mengakses layanan kesehatan yang sesuai atau mengisolasi diri mereka sendiri selama 21 hari. Untuk memfasilitasi hal ini, hambatan sosial dan ekonomi (seperti biaya transportasi ke pusat pelayanan kesehatan, atau biaya yang timbul akibat tidak dapat bekerja) perlu dihilangkan. Hal ini dapat dilakukan dengan membantu biaya transportasi, membagikan makanan atau peralatan kepada orang-orang yang melakukan isolasi mandiri di rumah, dll, dan dengan menawarkan dukungan psikologis kepada pasien dan keluarganya.

    Perangkat Teknlogi Informasi (TI) juga dapat memfasilitasi pemantauan epidemi secara waktu nyata (real-time). Selama wabah Ebola 2018-20 di DRC, Epicentre (sayap epidemiologi Doctors Without Borders) mengembangkan perangkat baru untuk memfasilitasi koordinasi kegiatan epidemiologi, termasuk perangkat untuk pemantauan sistematis dan pengumpulan data pasien, laporan otomatis, dan platform berbasis web untuk memvisualisasikan data pada manajemen kasus dan evolusi epidemi. Untuk pertama kalinya dalam wabah sebesar ini, perangkat surveilans yang sama digunakan di semua lokasi pasien, yang memungkinkan penyusunan kumpulan data gabungan dan komprehensif yang efisien tentang fasilitas-fasilitas kesehatan Ebola. Terkait hal ini, Doctors Without Borders siap menyediakan perangkat ini untuk para otoritas kesehatan Uganda.

    MSF has set up a 36 beds Ebola treatment unit at the Mubende hospital, for suspect and confirmed cases. Uganda, September 2022. © Augustin Westphal/MSF

    Doctors Without Borders telah mendirikan unit perawatan Ebola dengan 36 tempat tidur di rumah sakit Mubende, untuk kasus suspek dan terkonfirmasi. Uganda, September 2022. © Augustin Westphal/MSF

    MSF has set up a 36 beds Ebola treatment unit at the Mubende hospital, for suspect and confirmed cases. Uganda, September 2022. © Augustin Westphal/MSF

    Doctors Without Borders telah mendirikan unit perawatan Ebola dengan 36 tempat tidur di rumah sakit Mubende, untuk kasus suspek dan terkonfirmasi. Uganda, September 2022. © Augustin Westphal/MSF

    MSF has set up a 36 beds Ebola treatment unit at the Mubende hospital, for suspect and confirmed cases. Uganda, September 2022. © Augustin Westphal/MSF

    Doctors Without Borders telah mendirikan unit perawatan Ebola dengan 36 tempat tidur di rumah sakit Mubende, untuk kasus suspek dan terkonfirmasi. Uganda, September 2022. © Augustin Westphal/MSF

    Ebola adalah penyakit serius dan seringkali mematikan dengan tingkat kematian hingga 90 persen. Gejala awalnya mirip dengan banyak penyakit lain: demam mendadak, kelelahan, nyeri otot, sakit kepala, dan sakit tenggorokan. Gejala awal ini dapat diikuti dengan muntah, diare, ruam, gejala gagal ginjal dan hati serta, dalam beberapa kasus, pendarahan internal dan eksternal.

    Ebola pertama kali diidentifikasi pada tahun 1976 di Republik Demokratik Kongo (DRC). Ada beberapa varian dari penyakit virus Ebola, strain Zaire merupakan strain yang paling umum selama dekade terakhir. Wabah saat ini di Uganda melibatkan strain Sudan. Ada tujuh wabah strain Sudan sejak virus Ebola ditemukan: empat di Uganda dan tiga di Sudan. Wabah Ebola terakhir di Uganda terjadi pada 2019; wabah Ebola terakhir yang melibatkan strain Sudan adalah pada tahun 2012.